Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati
JAKARTA. Pemerintah akhirnya menuntaskan revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Bunga Obligasi. Revisi tersebut tertuang dalam PP Nomor 100 Tahun 2013.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengatakan, PP Nomor 100/2013 ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 31 Desember 2013. PP ini sekaligus menggugurkan pemberlakuan pajak bunga obligasi yang menjadi aset dasar reksadana sebesar 15% yang semula diterapkan awal 2014. Dus, tahun ini, pajak bunga obligasi itu tetap dipungut pajak 5%, sama seperti sebelumnya. "Ini berlaku mulai 2 Januari 2014," jelas dia, Kamis (2/1).
Nurhaida bilang, insentif pajak ini diperpanjang dengan pertimbangan industri reksadana masih memerlukan dukungan. Apabila pungutan pajak ditetapkan 15% pada tahun ini, pihaknya khawatir industri reksadana akan kehilangan daya tarik. Sebab, investor harus menanggung biaya tinggi.
Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, penangguhan pajak bunga obligasi ini telah sesuai dengan rekomendasi OJK. Menurutnya, perpanjangan insentif pajak ini dimaksudkan agar pasar obligasi tetap bergairah. "Pajak 5% berlaku sampai tahun 2020. Saya sudah cek," papar Chatib kepada KONTAN.
Teddy Punu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pengelola Reksa Dana Indonesia (APRDI) optimsitis, penangguhan pajak sebesar 15% ini akan berdampak positif bagi industri reksadana. Apabila pajak 15% diberlakukan, dirinya khawatir, banyak investor yang akan melakukan redemption. Sebab, return reksadana tidak lagi kompetitif.
Direktur PT Panin Asset Management, Ridwan Soetedja pun menyambut positif aturan pajak ini. Menurut dia, reksadana masih perlu insentif karena industri ini baru berkembang. Adanya insentif ini diyakini mampu menjaring investor baru.
Masyarakat dapat beralih dari tabungan atau deposito ke reksadana pendapatan tetap atau reksadana terproteksi. "Reksadana terproteksi cocok bagi nasabah yang konservatif yang biasa menabung di deposito," ungkap Ridwan.
Ridwan memprediksi, return reksadana pendapatan tetap tahun ini berkisar antara 13%-14%. Return tersebut dapat tercapai dengan asumsi turunnya suku bunga, melandainya inflasi, dan turunnya yield surat utang negara (SUN). Menurut Ridwan, yield obligasi tahun ini akan lebih rendah dibanding 2013.
Return jeblok
Data PT Infovesta Utama per 30 Desember 2013 menunjukkan, reksadana masih mencatatkan kinerja minus. Kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset dasar obligasi menorehkan minus paling dalam sepanjang tahun 2013 sebesar minus 4,53%.
Dari 91 produk reksadana pendapatan tetap yang tercatat di Infovesta, sebanyak 57 diantaranya menorehkan return negatif. Produk reksadana pendapatan tetap yang masih mencatatkan return positif antara lain Syailendra Fixed Income Fund sebesar 14,91%, Simas Danamas Mantap Plus sebesar 7,16%, Danamas Stabil sebesar 7,01%, Prestasi Alokasi Portfolio Investasi (PAPI) sebesar 6,01%, dan Tugu Mandiri Mantap sebesar 5,44%.
Reksadana pendapatan tetap bertajuk Batavia Dana Obligasi Ultima juga mencetak return positif sebesar 4,48% secara year to date. Dilihat dari fund fact sheet per November 2013, reksadana ini lebih banyak menempatkan aset dasarnya pada obligasi korporasi sebesar 94,34%. Sisanya dibenamkan pada instrumen pasar uang.
Adapun reksadana yang memiliki kinerja minus paling dalam, antara lain ORI dari Mega Capital Investama sebesar minus 15,47%, BNP Paribas Prima II minus 15,73%, Panin Gebyar Indonesia II sebesar minus 17,90%, Investasi Reksa Premium minus 19,74% dan BNP Paribas Obligasi Plus sebesar minus 22,21%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News