Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Selain berkirim pesan WhatsApp mengucapkan selamat lebaran di libur panjang pekan ini, investor sebaiknya juga menyempatkan membaca berita ekonomi. Jangan lupa, tanggal 12-13 Juni ini, petinggi The Federal Reserve kembali menggelar rapat Federal Open Market Committee (FOMC).
Pelaku pasar memprediksi, dalam rapat kali ini bank sentral Amerika Serikat (AS) tersebut akan kembali mengerek naik suku bunga. Survei Bloomberg menunjukkan, para analis menilai probabilitas The Fed menaikkan Fed fund rate dalam rapat ini mencapai 100%. Hasil rapat akan diumumkan Kamis (14/6) dinihari waktu Indonesia.
Kenaikan suku bunga AS biasanya akan menekan kurs rupiah. Analis Valbury Asia Futures Lukman Leong mengatakan, tanda-tanda meningkatnya sentimen negatif kenaikan Fed fund rate bahkan sudah terlihat akhir pekan lalu.
Akhir pekan lalu, kurs spot rupiah melemah 0,41% menjadi Rp 13.932 per dollar AS. "Tren penguatan rupiah tak bertahan lama, jelang libur panjang akhirnya rupiah melemah," kata dia, Jumat (8/6).
Ahmad Mikail, ekonom Samuel Sekuritas Indonesia, menambahkan, pelemahan kurs mata uang akhir pekan lalu terjadi di hampir semua negara emerging market yang memiliki defisit transaksi berjalan.
Jika The Fed menaikkan suku bunga, analis yakin, kurs rupiah akan terkapar ketika pasar kembali buka. Efek kenaikan Fed fund rate bagi rupiah besar karena sekitar 40% utang Indonesia berdenominasi dollar AS, jelas Ahmad.
Credit default swap (CDS) Indonesia dan negara emerging market juga dipastikan terkerek. Sekadar info, angka CDS mengindikasikan persepsi investor atas risiko investasi di suatu negara.
Selain itu, European Central Bank (ECB) juga menggelar pertemuan 14 Juni nanti. ECB akan membahas kelanjutan pengetatan moneter di Eropa. Belum lagi, cadangan devisa Indonesia Mei turun jadi US$ 122,9 miliar. Sentimen ini masih akan mempengaruhi kurs rupiah.
Namun, ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual yakin pelemahan rupiah akibat efek Fed fund rate tidak akan separah pada bulan Mei lalu. Saat itu, rupiah sempat menyentuh level Rp 14.209 per dollar AS. Keputusan BI menaikkan suku bunga menjadi 4,75%, menurut dia, akan menopang kurs rupiah.
Investor juga perlu memperhatikan pernyataan petinggi The Fed mengenai arah kebijakan moneter AS ke depan. Jika petinggi The Fed berpandangan dovish, pelemahan rupiah tidak akan dalam.
Belum lagi, harga minyak dunia kini stabil di US$ 65 per barel. Ini juga akan menjadi sentimen positif bagi mata uang Garuda. Jika dalam pertemuan 22 Juni nanti, OPEC menaikkan batas pemangkasan produksi minyak, rupiah akan kembali menunjukkan tenaga.
David memprediksi rupiah bergerak antara Rp 13.800–14.000 per dollar AS hingga akhir Juni. Sedang Lukman memperkirakan rupiah bergerak di kisaran Rp 13.850–Rp 14.000 per dollar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News