Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah risiko volatilitas harga komoditas, sejumlah emiten sektor hulu minyak dan gas (migas) tampak rajin menggelar ekspansi bisnis.
Sebagai contoh, PT Energi Mega Persada Tbk (ENRG) pada 25 November 2025 mengumumkan telah menuntaskan akuisisi atas 25% hak partisipasi (participating interest/PI) di Kontrak Kerja Sama (KKS) Kangean) yang berlokasi di Jawa Timur dari Japan Petroleum Exploration Co. Ltd (JAPEX). Alhasil, kini ENRG menjadi pemilik tunggal dan operator KKS Kangean melalui entitas anak usahanya.
Sepekan berselang, ENRG berhasil menemukan gas baru dari kegiatan pengeboran eksplorasi di KKS Sengkang, Sulawesi Selatan.
Emiten lain, PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) beberapa hari lalu ditetapkan sebagai pemenang dalam proses penjualan atas saham SMS Development Limited (SMSDL), sebuah perusahaan yang memiliki 20% partisipasi tidak langsung pada Husky-CNOOC Madura Limited (HCML), operator pengembangan dan produksi gas alam di wilayah Madura.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Menguat Terbatas Jumat (5/12), Begini Rekomendasi Analis
Sebelumnya, Manajemen RATU juga telah menargetkan akan segera mengakuisisi PI aset migas baru di luar portofolio eksistingnya pada akhir 2025 atau awal 2026. Sejauh ini, RATU memiliki PI di Blok Cepu dan Blok Jabung.
PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) juga aktif ekspansi. Pada 16 September 2025 lalu MEDC sepakat untuk mengakuisisi 45% PI sekaligus operator pada PSC Sakakemang serta 80% PI sekaligus operator pada South Sakakemang di Sumatra Selatan dengan nilai US$ 90 juta.
Mundur ke bulan Juni, MEDC mengakuisisi hak kepemilikan secara tidak langsung sebesar 24% di PSC Corridor dari Fortuna Internasional (Barbados) Inc yang dimiliki Repsol E&P senilai US$ 425 juta.
PSC Corridor memiliki tujuh lapangan produksi gas dan satu lapangan produksi minyak yang seluruhnya berlokasi di daratan Sumatra Selatan.
Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, langkah ekspansi baik berupa akuisisi maupun eksplorasi menjadi sentimen positif bagi emiten migas. Hal ini menandakan pihak emiten memiliki pandangan bahwa permintaan terhadap energi migas masih akan stabil sekalipun harganya berfluktuaktif.
“Strategi ini bisa menopang kinerja emiten secara jangka panjang,” ujar dia, Kamis (4/12/2025).
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, rangkaian ekspansi yang dilakukan emiten migas menunjukkan bahwa sektor migas masih menyimpan prospek yang menjanjikan untuk jangka panjang.
Penemuan cadangan baru, akuisisi hak partisipasi, dan ekstensifikasi wilayah kerja biasanya dilakukan ketika suatu perusahaan melihat visibilitas produksi yang baik serta keekonomian proyek yang cukup kuat.
Baca Juga: Dana Kelolaan Capai Rp 621 Triliun, Begini Prospek Reksadana di Tahun Depan
Di samping itu, ambisi pemerintah yang ingin mendorong peningkatan lifting migas, termasuk reformasi fiskal dan percepatan perizinan, juga menjadi momentum bagi emiten untuk memperluas portofolio bisnis.
Ekspansi semacam ini tentu akan memperkuat pendapatan jangka panjang, karena produksi migas berjalan multi-tahun. “Ketika cadangan baru ditemukan atau akuisisi berhasil, maka valuasi perusahaan juga cenderung meningkat,” kata dia, Kamis (4/12).
Secara umum, para analis melihat prospek emiten migas bakal bervariasi pada masa mendatang. Hal ini tercermin dari tren harga minyak mentah dan gas alam dunia yang tampak berbeda arah.
Mengutip Trading Economics, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) terkoreksi 17,39% year to date (ytd) ke level US$ 59,22 per barel hingga Kamis (4/12) pukul 17.35 WIB. Sebaliknya, harga gas alam dunia melonjak 37,56% ytd ke level US$ 5 per MMBTU.
Berkaca dari situ, Ekky memperkirakan emiten dengan eksposur gas dominan akan lebih menarik kinerjanya pada 2026. Gas bumi memiliki karakteristik yang berbeda dengan minyak, di mana permintaannya lebih stabil dan komoditas ini dianggap lebih tahan banting ketika masa transisi energi.
Namun, tantangan bagi emiten migas tetap ada, terutama berkaitan dengan risiko fluktuasi harga komoditas, tekanan biaya operasional, serta sensitivitas terhadap kebijakan pemerintah.
“Harga minyak yang melemah juga dapat menjadi headwind bagi emiten yang portofolionya masih sangat berorientasi minyak mentah,” ungkap Ekky.
Investor juga patut mencermati tren pergerakan harga saham emiten-emiten sektor hulu migas. Terpantau sejak awal tahun, harga saham emiten di sektor ini melonjak signifikan, seperti ENRG (+417,39% ytd), RATU (+923,91% ytd), RAJA (+138,97 ytd), dan MEDC (+16,82% ytd).
Baca Juga: Mau Kerek Batas Free Float Jadi 10%–15%, Segini Serapan Dana yang Dibutuhkan
Menurut Praska, lonjakan harga saham emiten migas lebih disebabkan oleh sentimen dari aksi korporasi, alih-alih murni faktor fundamental. Sebab, walau diuntungkan oleh kenaikan harga gas alam, pelemahan yang terjadi pada harga minyak dapat membuat fundamental emiten migas terancam, terutama dari sisi bottom line.
Senada, Ekky berpendapat, kenaikan harga saham tersebut dipengaruhi sentimen positif dari aksi korporasi, ekspansi bisnis, dan prospek produksi yang meningkat. Dalam kondisi seperti ini, biasanya pasar merespons sangat cepat, bahkan sebelum aksi korporasi atau ekspansi tersebut terealisasi.
Lantas, sektor hulu migas masih layak dipertimbangkan oleh investor pada sisa 2025 maupun 2026 mendatang, terutama emiten dengan portofolio gas alam besar dan punya visibilitas produksi yang positif.
Saham ENRG dinilai cocok untuk investor agresif karena valuasinya murah dan didukung oleh katalis peristiwa seperti akuisisi dan penemuan cadangan, meski risikonya juga tinggi karena leverage dan ketergantungan terhadap proyek. Ekky menargetkan harga saham ENRG dapat melaju ke level Rp 1.350 per saham.
Selain itu, saham RATU juga cukup menarik karena momentum ekspansi aset migas yang berkelanjutan. Secara teknikal, Ekky memprediksi adanya potensi kenaikan lanjutan saham RATU di kisaran level Rp 14.000—Rp 15.000 per saham.
Di lain pihak, Praska merekomendasikan speculative buy dengan target harga di level Rp 1.200 per saham. Rekomendasi buy on weakness disematkan untuk saham RAJA, RATU, dan MEDC dengan target harga masing-masing di level Rp 7.000 per saham, Rp 12.900 per saham, dan Rp 1.600 per saham.
Selanjutnya: Menkeu Sebut Pembayaran Kompensasi Energi BUMN Hampir Tuntas
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (5/12), Hujan Sangat Lebat Turun di Provinsi Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













