kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga Seven Brothers kian rontok


Jumat, 13 Agustus 2010 / 15:03 WIB
Harga Seven Brothers kian rontok


Reporter: Ade Jun Firdaus | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Dampak penyakit kesalahan pencatatan laporan keuangan beberapa emiten Grup Bakrie (Seven Brothers), ternyata tak kunjung hilang. Sejak KONTAN memberitakan keganjalan laporan keuangan PT Bumi Resorces Tbk (BUMI) (BUMI Tampil Cantik Berkat Penjualan Aset 10 Juni 2010), harga saham-saham Seven Brothers terus berguguran.

Bila menilik pergerakan harga saham dari 1 Juni 2010 hingga kemarin (12/8), saham PT Darma Henwa Tbk (DEWA) memimpin penurunan terbesar sebesar 25,97% menuju level Rp 57 per saham. Kemudian diikuti PT Bakrie Sumatera Plantations (UNSP) ke harga Rp 300 per saham, dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebesar 17,28% ke Rp 1.580 per saham.

Selain akibat kesalahan pencatatan laporan keuangan, pengamat pasar modal Willy Sanjaya menilai, pelemahan harga saham Seven Brothers ini juga dipicu oleh beragam permasalahan yang sedang dialami beberapa emiten Bakrie. Mulai dari dugaan penggelapan pajak, misteri deposito di Bank Capital, hingga tersangkut kasus korupsi di Dirjen Pajak.

"Ini hanya keadaan yang bersifat ketidakesengajaan, dan tidak menyangkut masalah fundamental perusahaan," ujar Willy. Dus, apabila manajemen para grup Bakrie berniat membenahi good corporate governance, dia mengimbau para investor untk mengambil aksi beli di saat harga saham seven brother sedang rendah seperti saat ini.

Willy masih merekomendasikan beli untuk saham BUMI di target harga Rp 3.300 per saham, ELTY seharga Rp 350 per saham dan BTEL Rp 250 per saham. "Target ini dengan catatan, manajemen mau benahi kinerja internal," imbuhnya.

Kinerja Buruk

Adapun Vice President Valbury Asia Futures Nico Omer Jockenhere menilai, secara historikal, saham-saham Bakrie merupakan sasaran para spekulator untuk mendulang keuntungan. Nah, ketika spekulan bermain, fundamental perusahaaan pun dikesampingkan.

"Secara fundamental grup usaha Bakrie tidak kuat, saya tidak merekomendasikan untuk beli kendati harganya sudah murah," tegas Nico. Pasalnya, aksi korporasi dan isu utang yang menyelimuti perusahaan-perusahaan milik salah satu taipan bisnis Indonesia Aburizal Bakrie diperkirakan akan membebankan finansial perusahaan.

Nico mencontohkan niat UNSP untuk mengakuisisi Domba Mas Group. Bila akuisisi terwujud, keuangan UNSP berpotensi terancam lantaran harus utang-utang yang dimiliki grup perusahaan Domba Mas. Sekedar informasi, Domba Mas menunggak utang kepada Bank Mandiri sekitar Rp 3,3 triliun. Utang itu terdiri dari utang pokok sebesar Rp 1,3 triliun, sementara kupon bunganya mencapai Rp 2 triliun.

Sementara bila menilik laporan keuangan semester I, kinerja UNSP memang juga tidak terlalu menggembirakan. Kendati penjualan bersihnya naik 8,9% dibanding periode yang sama tahun lalu menjadi Rp 1,134 triliun, namun laba bersihnya tergerus 26,66% dari Rp 135 miliar menjadi Rp 99 miliar.

Penurunan itu akibat beban yang melonjak hingga 535% dari Rp 34,41 miliar menjadi Rp 218,55 miliar. Pemicunya antara lain beban bunga dan keuangan yang melonjak tajam dari Rp 11,51 miliar menjadi Rp 212,91 miliar serta beban amortisasi goodwill yang naik lebih dari 440% menjadi Rp 57,45 miliar.

Kinerja DEWA bahkan lebih parah. Meski menorehkan pertumbuhan 1,2% menjadi US$ 104,12 juta, DEWA justru mengalami rugi US$ 3,28 juta pada semester I-2010. Kenaikan biaya usaha 12,26% menjadi 107,31 juta menjadi penyebab utamanya. DEWA juga terkena biaya pembayaran pajak sebesar US$ 1,2 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×