Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah saham-saham debutan yang baru melakukan initial public offering (IPO) tahun ini mencatatkan kinerja yang apik. Para saham pendatang baru tersebut ada yang sudah melesat hingga ratusan bahkan ribuan persen.
Berdasarkan data Kontan.co.id, ada dua saham yang menguat hingga ribuan persen sejak melakukan IPO, yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN) dengan penguatan 2.615,91% dan PT Pelita Teknologi Global Tbk (CHIP) dengan penguatan 1.206,25%.
Sementara itu, saham-saham lainnya menguat dengan rentang penguatan bervariasi, misal saham PT Hatten Bali Tbk (WINE) menguat 273,64%, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) yang menguat 304,13%, dan PT Berdikari Pondasi Perkasa Tbk (BDKR) yang menguat 190,00% sejak melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Pengamat pasar modal dan pendiri WH Project William Hartanto menilai, di antara saham-saham debutan IPO, saham MBMA, CHIP, dan CUAN masih menarik.
Baca Juga: Laba Bersih MTEL Sentuh Rp 1,43 Triliun, Tumbuh 16,6%, Begini Rekomendasi Analis
“Tetapi memang tinggi risikonya mengoleksi saham-saham seperti ini, karena penguatannya sudah signifikan sejak IPO,” kata William kepada Kontan.co.id, Senin (6/11).
Dus, strategi investor bisa dipecah menjadi dua, yakni buy on weakness pada saham-saham blue chips, dan trading pada saham-saham IPO yang masih menguat itu.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana mencermati, secara teknikal ada beberapa saham yang masih cukup menarik, di antaranya CUAN, AMMN, dan BDKR.
“Investor dapat melakukan trading buy terlebih dahulu terhadap emiten tersebut,” kata Herditya.
Hemat Herditya, keputusan menahan (hold) atau tidak saham IPO tergantung dari tujuan investor, apakah ingin berinvestasi dalam jangka panjang atau hanya dalam time frame yang lebih pendek.
“Maka dari itu, investor tetap harus mencermati dari sisi prospektus dan proyeksi kinerja ke depannya,’ sambung dia.
Di sisi lain, pengamat pasar modal Universitas Indonesia Budi Frensidy menilai, mengingat sifatnya yang lebih fluktuatif, akan lebih baik bagi investor agar jangan terlalu lama menahan (hold) saham debutan IPO karena rentan terkena ambil untung alias profit taking.
“Peganglah hingga sekitar 3 bulan sampai 9 bulan paling lama, atau hingga lock-up period berakhir,” kata Budi.
Baca Juga: Permintaan KPR Meningkat, Simak Rekomendasi Saham Bank BTN (BBTN)
Sebab, dalam kurun waktu tiga tahun setelah IPO, umumnya terjadi reversal terhadap saham-saham pendatang baru ini.
Budi tidak menampik, saham-saham IPO memang memberikan potential return yang besar, terutama bagi perusahaan yang mendompleng nama besar suatu grup dengan free float saham yang kecil. Tanpa dua kriteria itu, investor harus bersiap mengalami kerugian yang lumayan.
Dus, Budi menilai saat ini akan jauh lebih bijak dan aman untuk membeli saham-saham blue chips yang sudah teruji.
“Akan tetapi, jika bersedia mengambil risiko tinggi dan punya waktu untuk aktif trading, silakan saja ikut pesan saham IPO,” pungkas dia.
Hajatan IPO masih ramai
Gelaran pencarian dana segar di pasar modal tanah air masih semarak. Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menyebut, hingga saat ini, terdapat 29 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI.
Berdasarkan klasifikasi aset perusahaan yang saat ini berada dalam pipeline merujuk pada POJK Nomor 53/POJK.04/2017, sebanyak 17 perusahaan memiliki aset skala menengah, dengan nilai aset antara Rp 50 miliar sampai dengan Rp 250 miliar.
Sisanya yakni sebanyak 12 perusahaan adalah Perusahaan dengan aset skala besar, yakni dengan nilai aset di atas Rp 250 miliar
Berdasarkan sektornya, ke-29 perusahaan yang akan melakukan IPO terdiri atas 4 perusahaan dari sektor bahan dasar (basic materials), sebanyak 5 perusahaan dari sektor barang konsumsi siklikal (consumer cyclicals), sebanyak 5 perusahaan dari sektor barang konsumsi non siklikal (consumer non-cyclicals), dan sebanyak 3 perusahaan dari sektor energi;
Kemudian, sebanyak 1 perusahaan dari sektor Kesehatan, sebanyak 3 perusahaan dari sektor industri, sebanyak 4 perusahaan dari sektor infrastruktur, dan sebanyak 4 perusahaan dari sektor teknologi.
“Sampai dengan 3 November 2023 telah tercatat 74 perusahaan yang mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan dana dihimpun Rp 53,11 triliun,” kata Nyoman, Jumat (5/11).
Budi menilai, kuantitas perusahaan yang akan melakukan IPO tahun depan masih akan tetap banyak dan tidak akan menurun banyak meskipun memasuki tahun politik. Ini dengan menimbang kemudahan untuk IPO yang masih sama alias kualitas perusahaan yang tidak diperketat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News