Reporter: Dityasa H. Forddanta | Editor: Wahyu T.Rahmawati
"Tokopedia punya 70 juta-80 juta user aktif setiap hari. Bayangkan jika keduanya bergabung, kita berbicara bank yang notabene melakukan funding dan lending. Katakanlah ada 100 juta user keduanya yang masuk menjadi nasabah Bank Jago, akan sangat luar biasa besar pengaruhnya. Ini yang membedakan bank Jago dengan bank lain," tutur Maximilianus.
Pengamat Institute for Development of Economics ( Indef) Bhima Yudhistira menilai, bank digital sudah mulai mengganggu zona nyaman bank konvensional. Melihat perkembangan saat ini, tak menutup kemungkinan bank digital merebut 20%-30% bank tradisional dalam lima tahun ke depan.
Bhima menyebut, segmen yang pertama kali bergeser adalah retail banking dimana sasarannya adalah pinjaman konsumsi, dan modal usaha skala kecil. "Skenarionya akan garap dua pasar secara paralel, merebut bisnis bank tradisional sekaligus masuk ke segmen unbakable yang selama ini memang belum disentuh bank tradisional. Apalagi di Indonesia masih terdapat 91,3 juta masyarakat yang belum tersentuh layanan perbankan," jelas Bhima.
Baca Juga: Akulaku Finance tingkatkan kolaborasi dengan Bank Jago
Faktor kuncinya, kata Bhima, adalah keamanan sistem, bunga yang kompetitif, dan efisiensi biaya operasional. Karena bank digital tidak perlu buka banyak kantor cabang, dan menggunakan teknologi big data hingga AI. Pemanfaatan big data dan AI bakal efektif untuk melakukan credit scoring atawa analisa kredit, penagihan, hingga layanan customer service.
Melihat potensi bisnis bank berbasis teknologi di masa depan, Bhima menganjurkan sebaiknya OJK mendorong akuisisi dan merger bank bank kecil plus startup agar menjadi bank digital. Karena tujuan kehadiran bank digital untuk mendorong persaingan bank yang lebih sehat, sekaligus mengakselerasi inklusi dan literasi finansial.
Baca Juga: Pasca rights issue, GIC Private Limited genggam 9,12% saham Bank Jago (ARTO)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News