Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah dunia naik ke level tertinggi empat bulan pada awal pekan ini, Senin (18/3). Memanasnya harga minyak seiring ekspektasi meningkatnya permintaan dan pelemahan dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip Reuters, Selasa (19/3), minyak mentah kontrak berjangka Brent untuk pengiriman Mei turun 15 sen menjadi US$ 86,74 per barel pada 0708 GMT.
Sementara harga West Texas Intermediate (WTI) AS turun 13 sen menjadi US$ 82,03 per barel. Kontrak WTI bulan April, yang akan berakhir besok, turun 13 sen menjadi US$ 82,59 per barel.
Kedua tolok ukur tersebut mencapai level tertinggi dalam empat bulan di sesi sebelumnya. Pada Senin (18/3), minyak Brent kontrak berjangka naik US$ 1,55 atau 1,8%, menjadi US$ 86,89 per barel, sementara minyak mentah WTI AS naik US$ 1,68, atau 2,1%, menjadi US$ 82,72.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Capai level Tertinggi Sejak Oktober 2023, Bagaimana Prospeknya?
Brent ditutup pada level tertinggi sejak 31 Oktober dan WTI ditutup pada level tertinggi sejak 27 Oktober 2023.
Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono melihat, penguatan minyak dunia belakangan ini dipengaruhi oleh dolar AS (USD) yang tidak terlalu kuat. Turunnya USD membuat harga minyak lebih murah terhadap mata uang asing lainnya, sehingga dapat mendorong peningkatan permintaan minyak.
Pekan lalu, indeks dolar AS (DXY) berada di level kisaran 102 turun dari minggu sebelumnya di kisaran 103. Adapun saat ini indeks dolar bertahan di atas 103,5 pada hari Selasa (19/3), berada pada level tertinggi dalam hampir dua minggu.
Belum lagi, harga minyak mentah dunia didukung sentimen geopolitik, sehingga wajar minyak dunia naik. Lalu, faktor fundamental moneter global dari The Fed, walaupun pemangkasan bunga kemungkinan bakal tertunda namun ini hanya masalah waktu.
“Antisipasi pasar jelas akan menekan dolar AS, sehingga wajar minyak naik,” kata Wahyu saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (19/3).
Teranyar, Wahyu mencermati, kenaikan harga minyak didukung ekspor yang lebih rendah dari Irak dan Arab Saudi dan tanda-tanda permintaan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dari China dan AS.
Baca Juga: Harga CPO Naik 14% Sejak Awal Tahun, Simak Prospeknya
Irak mengurangi ekspor mentah menjadi 3,3 juta barel per hari dalam beberapa bulan mendatang. Sementara, ekspor minyak mentah Arab Saudi Januari terpantau turun menjadi 6,297 juta barel per hari di bulan Januari dibandingkan 6,308 juta barel per hari di bulan Desember.
Minyak belakangan ini juga naik dipengaruhi oleh kekhawatiran pasokan akibat perang yang terus memanas. Serangan Ukraina terhadap infrastruktur energi Rusia telah mengurangi sekitar 7% dari kapasitas penyulingan pada kuartal pertama.
Wahyu memandang bahwa harapan untuk harga minyak ke depannya datang dari beberapa faktor. Selain harapan Fed pivot atau netral yang bisa mendukung harga minyak dan harapan stimulus yang dapat memicu permintaan global.
Faktor geopolitik adalah harapan utama bagi berbalik menguatnya (rebound) minyak mentah, walaupun sifatnya temporer. Selain itu, faktor dibukanya perekonomian usai covid-19 diharapkan bisa mengangkat permintaan energi.
International Energy Agency (IEA) melihat permintaan minyak global akan meningkat 2024. Dikatakan bahwa konsumsi minyak dunia akan meningkat sebesar 1,1 mbpd pada 2024 dan mencatat produksi dari produsen non-OPEC juga akan menyumbang 1,2 mbpd untuk pasokan global.
Pandangan OPEC tahun ini sedikit berbeda dengan IEA karena melihat peningkatan 2,25 mbpd.
Meski harga minyak turun pada Selasa (19/3), Wahyu menilai harga minyak masih dalam kecenderungan naik. Secara teknikal, struktur rebound konsolidatif dalam bullish channel. Dia memperkirakan harga minyak mentah dunia akan berada dalam rentang US$ 75,00 per barel – US$ 80,00 per barel di semester kedua 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News