Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Harga minyak mentah berhasil menguat 1% pada awal pekan ini setelah bursa saham global menguat di tengah harapan untuk paket stimulus Amerika Serikat (AS) lainnya. Tetapi penguatan harga emas hitam ini terbatas oleh meningkatnya kasus virus corona yang memicu kekhawatiran tentang permintaan bahan bakar.
Senin (28/9), harga minyak mentah jenis Brent kontrak pengiriman November 2020 ditutup di level US$ 42,43 per barel, naik 51 sen atau 1,22%.
Setali tiga uang, harga minyak mentah kjenis West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman November 2020 menguat 35 sen atau 0,87% ke US$ 40,60 per barel.
"Menurut pendapat saya, peristiwa yang paling mungkin mampu menggerakkan pasar minyak mentah ke level berikutnya adalah dengan adanya paket stimulus virus corona baru," kata Bob Yawger, Director of Energy Futures Mizuho.
Baca Juga: IHSG diprediksi bergerak di zona hijau, saham-saham ini menarik dicermati
Penguatan harga minyak terjadi setelah Wall Street mengalami reli panjang usai adanya pembicaraan baru terkait RUU bantuan Covid-19 antara pemerintah dan DPR. Ketua DPR AS Nancy Pelosi pun sempat mengutarakan bahwa kesepakatan dapat dicapai dengan Gedung Putih.
Di sisi lain, harga minyak juga terbantu oleh indeks dolar AS yang melemah. Ini membuat harga minyak yang diperdagangkan dalam dolar AS menjadi lebih murah bagi investor yang memegang mata uang lainnya.
Namun, krisis kesehatan global, yang telah memangkas konsumsi bahan bakar global, masih menjadi awan gelap bagi harga minyak mentah untuk melesat lebih tinggi.
"Kecepatan penyebaran virus corona adalah perhatian utama bagi pejabat kesehatan dan investor keuangan," kata analis PVM Tamas Varga.
Beberapa negara bagian AS di kawasan Midwest telah melihat lonjakan 25% dalam tingkat tes Covid-19 positif, dan jumlah infeksi baru secara nasional telah tumbuh rata-rata menjadi 46.000 setiap hari dibandingkan dengan 35.000 setiap hari pada dua minggu lalu.
Menteri Energi Rusia Alexander Novak mengatakan pasar minyak global telah stabil selama beberapa bulan terakhir, tetapi memperingatkan risiko gelombang kedua kasus Covid-19.
Meskipun ada upaya oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya untuk membatasi produksi, lebih banyak minyak mentah diekspor dari produsen OPEC Iran dan Libya.
Baca Juga: IHSG hari ini (29/9) diperkirakan rebound, saham-saham berikut bisa diakumulasi beli
Sekretaris Jenderal OPEC Mohammad Barkindo mengatakan, persediaan minyak komersial di negara-negara OECD seharusnya hanya sedikit di atas rata-rata lima tahun pada kuartal pertama 2021, kemudian turun untuk sisa tahun ini.
Sementara itu, salah satu bentrokan terberat antara Armenia dan Azerbaijan sejak 2016 terjadi pada akhir pekan. Ini menyalakan kembali kekhawatiran tentang stabilitas di Kaukasus Selatan, koridor pipa yang membawa minyak dan gas ke pasar dunia.
Selanjutnya: Wall Street melesat di atas 1,5% ditopang reli saham sektor keuangan dan energi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News