Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Harga minyak mentah dunia memanas usai Iran meluncurkan serangan terhadap Israel. Minyak mentah bisa lepas landas apabila konflik Timur Tengah berkepanjangan.
Mengutip Tradingeconomics, Rabu (2/10) sore, harga minyak WTI naik lebih dari 3% dalam sehari dan sepekan di atas level US$ 72,05 per barel. Sementara itu, harga minyak Brent terpantau naik 2.57% dalam sehari dan 3.63% dalam sepekan ke level US$ 75,47 per barel.
Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mencermati, lonjakan harga minyak mentah terjadi setelah Iran meluncurkan serangkaian rudal balistik ke Israel pada Selasa (1/10) malam. Serangan Iran tersebut meningkatkan kekhawatiran akan konflik regional yang lebih luas di Timur Tengah.
Pasukan Pertahanan Israel kemudian mencegat sejumlah besar rudal dan menyatakan bahwa tidak ada lagi ancaman udara langsung dari Iran. Sehingga, memungkinkan orang-orang keluar dari tempat perlindungan.
Baca Juga: Hulu Migas Diguyur Insentif, Produksi Migas Diharapkan Naik
Ketegangan di Timur Tengah pun meningkat tajam, dengan Israel mengintensifkan serangan udaranya terhadap Hizbullah. Pada hari Selasa (1/10), Israel mengirimkan pasukan darat ke Lebanon selatan.
Sutopo menuturkan, tingkat reaksi pasar minyak akan bergantung pada ruang lingkup dan kerusakan dari setiap serangan Iran. Sebab, tindakan Iran akan menentukan respons Israel yang semakin mengganggu stabilitas kawasan tersebut.
"Jika Israel mulai menyerang fasilitas minyak mentah Iran atau blokade di Selat Hormuz, minyak mentah bisa lepas landas," jelas Sutopo kepada Kontan.co.id, Rabu (2/10).
Di tempat lain, Libya sedang bersiap untuk memulai kembali produksi minyaknya setelah menyelesaikan konflik internal. Libya memproduksi 1,2 juta barel per hari, tetapi produksi turun hingga di bawah 450 ribu barel pada bulan Agustus karena ketidakstabilan politik.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Lebih dari 2% Akibat Ketegangan di Timur Tengah
Sementara itu, Sutopo melanjutkan, Pusat Badai Nasional AS melacak adanya lima sistem badai di cekungan Atlantik, dengan badai tropis Kirk diperkirakan akan menjadi badai pada akhir pekan ini.
Menurut Biro Keselamatan dan Penegakan Lingkungan AS, sekitar 3% produksi minyak mentah dan 1% produksi gas alam di Teluk Meksiko masih belum beroperasi setelah Badai Helene. Buruknya cuaca dikhawatirkan akan menganggu pasokan minyak.
Pengamat Mata Uang dan Komoditas Lukman Leong menilai, faktor utama di balik memanasnya harga minyak adalah tensi di Timur Tengah yang memanas. Investor mulai khawatir akan potensi gangguan pasokan, ketika Iran sebagai produsen terbesar ketiga OPEC ikut terseret ke dalam konflik.
Di sisi lain, kenaikan dolar AS dapat sedikit meredam harga minyak namun tidak signifikan. Indeks dolar (DXY) diperdagangkan pada level 101,2, didukung dari faktor safe haven dolar AS saat konflik geopolitik memanas.
Baca Juga: Ketegangan Memuncak: Israel Mengirim Pasukan ke Lebanon Pasca Serangan Rudal Iran
"Kenaikan harga minyak global murni disebabkan konflik timur tengah yang memanas," ujar Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (2/10).
Menurut Lukman, apabila konflik di Timur Tengah memanas dan mengganggu pasokan, maka harga minyak berpotensi kembali naik mungkin bisa mencapai US$80 per barel. Namun, kenaikan harga diperkirakan terbatas karena investor juga mengantisipasi langkah OPEC+ yang mungkin akan segera meningkatkan produksi minyak lebih besar dan lebih cepat.
Sedangkan, Sutopo memproyeksi harga minyak mentah WTI bakal diperdagangkan pada level US$ 73 per barel di akhir tahun 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News