Reporter: Nisa Dwiresya Putri | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir pekan lalu harga minyak west texas intermediate (WTI) sempat menyentuh harga tertinggi sejak 2015 yakni di level US$ 58,95 per barel. Analis perkirakan kenaikan harga minyak masih berlanjut tahun depan. Meski demikian, waspadai sentimen tensi politik dari luar negeri.
Mengutip Bloomberg, Rabu (29/11) pada pukul 18.50 WIB, harga minyak WTI bertengger di US$ 57,58 per barel. Di 2018 nanti, Analis Ciptadana Sekuritas Kurniawan Sudjatmiko memprediksikan harga minyak rata-rata akan berada di level US$ 58 per barel.
Prediksi harga tersebut menurut dia cukup baik dan aman untuk emiten sektor minyak. "Hal ini dengan mempertimbangkan pengurangan produksi dari negara-negara OPEC, maupun kemungkinan adanya kenaikan produksi dari negara non OPEC," jelas Kurniawan.
Senada, analis senior Binaartha Parama Sekuritas Reza Priyambada juga berharap harga minyak masih naik tahun depan. Selain karena adanya pembatasan produksi dari OPEC, optimisme juga mungkin muncul dari pemulihan sektor manufaktur. Dengan demikian, permintaan bahan bakar minyak di 2018 juga bisa meningkat.
"Di tahun depan, recovery ekonomi diharapkan bisa terjadi. Kita bisa perhatikan indeks manufaktur China, Amerika, dan Eropa. Perbaikan consumer spending tahun depan juga mungkin meningkatkan kebutuhan bahan bakar," tambah Reza.
Namun, Reza tak menampik adanya risiko yang masih mungkin menghadang sektor migas. Sebagaimana diketahui, faktor risiko komoditas cukup tinggi. Salah satu sentimen yang patut diwaspadai menurut Reza adalah kondisi geopolitik. Misalnya, konflik antara Korea Utara dan Amerika Serikat yang masih mungkin berlanjut.
Selain itu, Kurniawan juga menyebut adanya beberapa sentimen dari luar negeri yang mungkin menekan harga minyak. "Di Arab ada yg ditangkap terkait korupsi. Di Nigeria ada pemogokan karyawan. Hal-hal ini bisa mempengaruhi volume produksi," tambah Kurniawan.
Dari sederet saham emiten di sektor minyak, Reza dan Kurniawan sepakat menyebut saham PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) sebagai saham pilihan. Menurut Kurniawan, potensi kenaikan pendapatan MEDC masih terbuka. Sebagai catatan, MEDC terus mengembangkan proyek blok A di Aceh yang progresnya sudah mencapai 60%. Tak hanya itu, bisnis listrik pun menurut Kurniawa turut membuat MEDC kian prospektif.
Meski saham MEDC sudah naik banyak tahun ini, Kurniawan masih melihat adanya potensi kenaikan harga. Dengan asumsi laba tahun 2018, Kurniawan mencatat price to earning ratio (PER) MEDC sebesar 3,4 kali. Besar PER ini masih di bawah rata-rata PER yang mereka punya yakni sebesar 5 kali.
Tak jauh beda, Reza juga menyarankan investor untuk beli saham MEDC dengan target harga Rp 1.050 per saham. Dengan posisi harga saham saat ini Rp 945 per saham, ada potensi kenaikan harga 11,11% menuju target.
Selain emiten produsen minyak, menurut Reza investor juga bisa melihat saham emiten jasa konstruksi minyak. Salah satu yang menarik bagi Reza adalah PT Elnusa Tbk (ELSA). Ia merekomendasikan hold saham ELSA dengan target harga Rp 525 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News