Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - HOUSTON. Harga minyak naik 1% pada perdagangan Senin (25/3) setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan rencana mengenakan tarif 25% bagi negara-negara yang membeli minyak dan gas dari Venezuela.
Langkah ini diperkirakan akan memperketat pasokan minyak global, meskipun masih terdapat ketidakpastian mengenai implementasi kebijakan tersebut.
Meskipun demikian, kenaikan harga minyak terbatas karena AS memberikan perpanjangan waktu bagi produsen minyak Chevron hingga 27 Mei untuk menghentikan operasi dan ekspor minyaknya dari Venezuela. Sebelumnya, Chevron hanya diberikan tenggat waktu 30 hari sejak 4 Maret untuk mengakhiri lisensinya.
Baca Juga: Donald Trump Ancam Patok Tarif Tinggi Uni Eropa Jika Tak Beli Minyak dan Gas dari AS
Pada penutupan perdagangan, minyak mentah berjangka Brent naik 84 sen atau 1,2% menjadi US$ 73 per barel, sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 83 sen atau 1,2% ke level US$ 69,11 per barel.
Selain kebijakan tarif AS, faktor lain yang mempengaruhi harga minyak adalah kebijakan Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+). Kelompok ini diperkirakan akan melanjutkan rencana peningkatan produksi minyak pada Mei, di tengah upaya negosiasi perdamaian di Ukraina yang berpotensi meningkatkan pasokan minyak mentah Rusia ke pasar global.
Dennis Kissler, Wakil Presiden Senior Perdagangan di BOK Financial, menyatakan bahwa berkurangnya pasokan minyak Venezuela merupakan faktor yang mendukung kenaikan harga minyak. Investor juga terus mengawasi kemungkinan pembatasan yang lebih ketat terhadap ekspor minyak Iran.
Pekan lalu, AS mengeluarkan sanksi baru terhadap ekspor minyak Iran, termasuk menargetkan kilang minyak kecil di China yang memproses minyak mentah Iran. Langkah ini bertujuan untuk membatasi pendapatan Iran dari sektor energi.
Baca Juga: Harga Minyak Global Koreksi Imbas Trump Tunda Tarif untuk Meksiko dan Kanada
Selain itu, pasar keuangan global juga menunjukkan pergerakan positif. Wall Street mengalami kenaikan setelah indikasi bahwa pemerintahan Trump mengambil pendekatan yang lebih fleksibel dalam kebijakan tarif terhadap mitra dagang utama AS.
Trump mengisyaratkan adanya kelonggaran dalam tarif dan mengungkapkan rencana pembicaraan perdagangan lebih lanjut dengan China. Ia juga berencana mengumumkan tarif baru untuk mobil, aluminium, dan produk farmasi.
Di sisi kebijakan moneter, Trump mendesak Federal Reserve untuk menurunkan suku bunga guna mendorong aktivitas ekonomi.
Presiden Federal Reserve Atlanta, Raphael Bostic, memperkirakan inflasi akan melambat dalam beberapa bulan mendatang dan memperkirakan The Fed hanya akan memangkas suku bunga sebesar 0,25% pada akhir tahun ini.
Sementara itu, pejabat AS dan Rusia bertemu di Arab Saudi untuk membahas potensi gencatan senjata luas di Ukraina. Washington juga menargetkan kesepakatan gencatan senjata maritim di Laut Hitam sebagai langkah awal sebelum mencapai perjanjian yang lebih luas.
Baca Juga: Harga Minyak Stabil Usai Anjlok di 4 Sesi Sebelumnya, WTI ke US$ 66,7 Per Barel
Ketidakpastian mengenai pasokan minyak Rusia menjadi faktor yang diawasi pasar. "Ketakutan akan lebih banyak barel minyak Rusia yang kembali ke pasar dunia mungkin merupakan salah satu faktor negatif terbesar saat ini," ujar Kissler.
OPEC+, yang mencakup OPEC dan sekutunya yang dipimpin Rusia, diperkirakan akan tetap pada rencana peningkatan produksi minyak selama dua bulan berturut-turut mulai Mei.
Tiga sumber Reuters menyebutkan bahwa kelompok ini berencana menambah produksi sebesar 135.000 barel per hari, sementara beberapa anggota diharapkan mengurangi produksi untuk mengimbangi kelebihan output sebelumnya.
Sejak 2022, OPEC+ telah memangkas produksi minyak sebesar 5,85 juta barel per hari atau sekitar 5,7% dari pasokan global dalam upaya menopang harga minyak di tengah ketidakstabilan pasar.
Selanjutnya: Promo Diskon Grab Ramadan 2025 untuk Perjalanan dan Kuliner Hemat
Menarik Dibaca: Promo Diskon Grab Ramadan 2025 untuk Perjalanan dan Kuliner Hemat
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News