Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sentimen penyebaran virus corona (Covid-19) terus menggerus harga komoditas global, salah satunya adalah minyak mentah.
Pada perdagangan Senin (20/4), harga minyak dunia jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei anjlok ke level US$ -37,63 per barel. Ini merupakan harga minyak terendah sepanjang sejarah.
Tak pelak, hal ini akan berdampak pada turunnya beban bahan bakar emiten, salah satunya emiten yang bergerak di bidang kontraktor batubara.
Baca Juga: Samindo Resources Tetap Getol Mencari Kontrak Baru
Kepala Hubungan Investor PT Samindo Resources Tbk (MYOH) mengamini bahwa turunnya harga minyak dunia berdampak pada turunnya harga solar untuk industri. Sebab, solar untuk keperluan industri tidak diberikan jatah subsidi sehingga akan mengikuti pergerakan harga global.
Namun, untuk melihat dampak dari penurunan harga minyak terhadap kinerja MYOH, Zaki bilang harus diperhitungkan setidaknya dalam waktu setahun.
“Harga minyak yang rendah kan baru-baru saja. Sebelumnya masih normal dan ke depan juga belum tahu trend-nya. Jadi, kalau dirata-rata dalam setahun mungkin penurunannya tidak sesignifikan yang dibayangkan,” ungkap Zaki kepada Kontan.co.id, Selasa (21/4).
Zaki melanjutkan, sebenarnya harga minyak yang terlalu murah pun terlalu bagus bagi industri batubara. Sebab, jika harga minyak terlalu murah maka banyak penyedia listrik swasta atau Independent Power Producer (IPP) yang berpindah haluan menggunakan bahan bakar solar.
Baca Juga: Melihat dampak pelemahan rupiah terhadap kinerja Indika Energy (INDY)
Hal ini menyebabkan permintaan batubara turun dan pada akhirnya harga batubara juga ikut turun.
“Dari kami berharap harga minyak pada level yang normal saja, tidak memberikan keuntungan berlebihan pada salah satu pihak,” sambung Zaki.
Adapun harga minyak yang wajar menurut Zaki ada di kisaran US$ 50 per barel. Per bulannya, Zaki mengatakan MYOH menghabiskan sekitar 5 juta liter solar untuk operasional.
Tahun lalu MYOH mencatatkan volume coal getting sebesar 11,1 juta ton atau tumbuh 13,49% secara tahunan. Sementara itu, realisasi volume pengupasan lapisan penutup atau overburden sebesar 55,2 juta bank cubic meter (bcm) pada tahun lalu atau naik 1,09% secara tahunan.
Baca Juga: APBI desak pemerintah terbitkan beleid baru soal kapal nasional untuk ekspor batubara
Meski tidak menyebut angka pasti, namun Zaki mengatakan volume coal getting tahun ini dipastikan naik namun dengan volume OB yang turun.
Pun begitu dengan realisasi kontrak baru. Zaki bilang, MYOH belum mendapatkan kontrak baru. “Target produksi nasional tahun ini kan di bawah dari produksi aktual tahun lalu, pasti banyak juga yang produksinya dikurangi tahun ini,” pungkas Zaki.
Dalam catatan Kontan.co.id, PT Kideco Jaya Agung menjadi satu-satunya pelanggan yang memiliki nilai transaksi lebih dari 10% dari pendapatan konsolidasian MYOH, yakni US$ 239,14 juta atau hampir 94% dari total pendapatan pada 2019.
Baca Juga: Bisnis batubara terpapar corona, Samindo Resources (MYOH) gencar cari kontrak baru
Terakhir, Zaki menegaskan pihaknya masih tetap mengejar diversifikasi bisnis ke sektor Independent Power Producer (IPP) atau bisnis listrik swasta sambil menunggu pembukaan tender dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News