Reporter: Namira Daufina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Harga minyak WTI pekan lalu kembali merosot ke bawah level US$ 40 per barel. Pelaku pasar pesimistis pertemuan negara-negara produsen minyak bulan depan bisa mengatasi persoalan banjir pasokan minyak.
Mengutip Bloomberg, Kamis (24/3), harga minyak WTI kontrak pengiriman Mei 2016 di New York Mercantile Exchange turun 0,82% menjadi US$ 39,46 per barel dibanding hari sebelumnya. Bila dihitung dari akhir pekan sebelumnya, harga minyak merosot 4,08%.
Menurut Nanang Wahyudin, Analis Finex Berjangka, tekanan terbesar berasal dari rilis data stok minyak Amerika Serikat (AS). Energy Information Administration (EIA) melaporkan, stok minyak AS pada pekan yang berakhir 19 Maret 2016 bertambah 9,4 juta barel dibanding pekan sebelumnya.
Alhasil, stok minyak AS bertengger di level tertingginya sejak 1930, yakni 532,5 juta barel. “Ini jelas buruk bagi harga minyak,” kata Nanang. Harga minyak semakin tertekan karena pelaku pasar pesimistis melihat pertemuan sejumlah negara produsen minyak di Doha, Qatar, pada 17 April 2016.
Sebab, beberapa produsen seperti Iran, Libya, Brazil dan Argentina sudah menolak hadir. Pertemuan Doha Beberapa katalis positif, menurut Research & Analyst Monex Investindo Futures Yulia Safrina, juga gagal menopang harga minyak.
Sebut saja laporan Baker Hughes Inc yang menyatakan bahwa rig aktif pengeboran minyak AS sudah berkurang 15 unit menjadi 372 rig. Ini merupakan level terendah rig aktif sejak November 2009.
“Biasanya laporan rig akan menopang kenaikan harga, tapi kali ini gagal. Padahal berbarengan dengan laporan penurunan produksi minyak AS,” kata Yulia.
EIA mencatatkan produksi minyak AS turun menjadi 9,04 juta barel per hari yang merupakan level terendah sejak November 2014. Pelaku pasar mencermati pertemuan Doha bulan depan. Penolakan Iran menjadi katalis negatif.
Iran juga enggan mengurangi produksi yang ditargetkan menjadi 1 juta barel per hari di tahun ini. Jika pertemuan oil freeze di Doha dan pertemuan OPEC yang akan datang sepakat memangkas atau menjaga level produksi di posisi Januari 2016, harga minyak bisa melambung ke US$ 50 per barel di akhir semester I-2016.
Secara teknikal, Yulia bilang harga minyak bergerak di bawah moving average (MA) 50 namun di atas MA 100 dan 200, sehingga penurunan harga terbatas. Garis MACD di bawah garis 0 mengindikasikan pola downtrend. RSI level 35,38 terus merunduk.
Namun stochastic level 4,29 sudah masuk area oversold. Yulia melihat harga minyak berpeluang rebound terbatas hari ini di kisaran US$ 34,40–US$ 43,00 per barel.
Dalam sepekan, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 36,00–US$ 40,00 per barel. Sedangkan Nanang memprediksi harga minyak kembali turun karena dollar tengah menguat. Dalam sepekan, harga minyak akan bergerak di kisaran US$ 35,00–US$ 41,00 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News