Reporter: Namira Daufina | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Harga minyak dunia bisa kembali naik jika ada perubahan faktor fundamental. Menurut Nizar Hilmy, Analis PT SoeGee Futures, faktor-faktor itu dapat dikategorikan ke dalam tiga hal, antara lain, melemahnya index USD, baiknya perekonomian global yang mendongkrak permintaan dan pemangkasan produksi minyak oleh OPEC.
“Yang mana hal ini belum akan terjadi paling tidak hingga pertengahan tahun 2015 ini,” duga Nizar. Penyebabnya jelas, pertama, OPEC baru akan melakukan pertemuan pada pertengahan tahun ini. Harapan terjadinya pemotongan produksi anggota OPEC bisa terjadi lewat pertemuan ini.
Kedua, kenaikan suku bunga The Fed juga diprediksi akan terjadi paling cepat Juni atau September mendatang. Hingg menjelang kenaikan tersebut index USD akan terus berada dalam level-level tertingginya. Pada Selasa (31/3) pukul 15.15 WIB saja index USD sudah naik 0,5% ke level 98,35 dibanding hari sebelumnya.
Terakhir, perekonomian global sepertinya masih membutuhkan waktu untuk kembali pulih. Mengingat hingga data-data ekonomi dunia belum kunjung pulih. Sebagai contoh China, sebagai salah satu konsumen terbesar, data PMI Manufaktur Maret 2015 yang rilis Rabu (1/4) diduga masih turun menjadi 49,7 dari 49,9. “Sulit mengharapkan harga minyak untuk stabil di atas level US$ 50 per barel dengan permintaan yang sangat minim,” prediksi Nizar.
Toh, selama ini berita-berita geopolitik yang beredar hanya mampu mengangkat harga minyak sementara waktu. Sebut saja penyerangan Arab Saudi ke Yaman yang sedang terjadi, keadaan ini memang sempat membuat harga minyak melambung bahkan mendekati level US$ 52 per barel.
“Namun tiga hari terakhir kembali turun setelah pasar melihat tidak ada produksi dan distribusi minyak yang terganggu akibat konflik ini,” papar Nizar. Tren bearish masih menggelayut pada harga minyak, ini tidak hanya terlihat pada faktor fundamental tapi juga teknikal.
Secara teknikal harga minyak masih bergerak turun di bawah moving average (MA) 25. Garis moving average convergence divergence (MACD) berada di area negatif dengan pola downtrend. Indikator Relative strength index (RSI) di level 47 juga bergerak turun. Begitu juga dengan stochastic di level 51 yang sudah membentuk pola dead cross mengindikasikan tren bearish.
Nizar menduga Rabu (1/4) harga minyak bisa bergerak di antara support US$ 46 per barel dan resistance US$ 48 per barel. Sepekan ke depan malah semakin terpuruk di kisaran US$ 43 – US$ 48 per barel. Sedangkan Putu memprediksi harga minyak Rabu (1/4) akan berada di antara US$ 44,80 – 51,00 per barel dan untuk sepekan mendatang di antara US$ 43,40 – US$ 50,00.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News