Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lesunya harga batubara tidak hanya berdampak pada turunnya kinerja emiten batubara. Lebih lanjut, anjloknya harga emas hitam ini membuat beberapa emiten batubara menahan ekspansi untuk mengakuisisi tambang baru.
Misalkan saja PT Indika Energy Tbk (INDY), yang tidak memiliki rencana akuisisi tambang di sisa tahun ini. Di satu sisi, INDY memilih untuk berfokus pada diversifikasi usaha non-batubara.
Head of Corporate Communication Indika Energy Leonardus Herwindo mengatakan, diversifikasi INDY dilakukan salah satunya dengan mengakuisisi tambang emas di Awak Mas melalui kepemilikan 21,02% dari saham PT Nusantara Resources Tbk.
Baca Juga: Bumi Resources (BUMI) membuka peluang perluas pasar ekspor
Begitu juga dengan PT Mitrabara Adiperdana Tbk (MBAP) yang lebih memilih melakukan efisiensi operasional ketimbang melakukan akuisisi tambang baru. Harga batubara yang masih belum optimal menjadi alasan utamanya.
Selain itu, MBAP juga tengah mengembangkan usaha dalam bidang energy sebagai salah satu upaya diversifikasi usaha.
Sekretaris Perusahaan Mitrabara Adiperdana Chandra Lautan mengatakan, pihaknya tidak menutup kemungkinan untuk melakukan akuisisi tambang. Hal ini karena MBAP juga tengah mencari tambang baru yang sesuai dengan kebutuhan dan spesifikasi perusahaan.
Namun, Chandra mengatakan akuisisi tidak akan dilakukan pada tahun ini.
Hal yang sama juga dilakukan oleh PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang tidak akan mengakuisisi tambang batubara pada sisa tahun ini. Sebab, ITMG lebih memfokuskan diri pada efisiensi.
“Menyikapi harga komoditas ini yang masih terus berfluktuasi maka efisiensi di dalam pengelolaan anggaran secara efektif akan menjadi salah satu strategi ITMG,” ujar Yulius Gozali, Direktur Hubungan Investor Indo Tambangraya Megah kepada Kontan.co.id, Selasa (26/11).
Meski demikian, tidak menutup kemungkinan bagi ITMG untuk mengakuisisi aset tambang ke depan. Hal ini sejalan dengan strategi ITMG yakni pertumbuhan anorganik untuk meningkatkan sumberdaya dan jumlah cadangan layak tambang.
Yulius mengatakan, harga batubara dunia akan bergantung pada posisi pasokan dan permintaan global. Pertumbuhan ekonomi dunia yang melambat saat ini sebagai akibat perang dagang akan mempengaruhi pertumbuhan permintaan batubara.
Sementara itu, kebijakan impor batubara oleh Pemerintah China juga merupakan faktor penentu harga batubara global.
Tidak ketinggalan, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) juga puasa akuisisi tambang baru pada tahun ini.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) mengantongi kontrak penjualan batubara 2 juta ton ke Taiwan
Kepada Kontan.co.id, Sekretaris Perusahaan Bumi Resources Dileep Srivastava mengatakan, salah satu alasan BUMI tidak melakukan akuisisi adalah masih melimpahnya cadangan batubara di tiga asset tambangnya, yakni KPC, Arutmin, dan Pendopo.
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Alfred Nainggolan mengatakan, harga batubara memiliki potensi untuk bangkit pada kuartal IV ini. Sebab, musim dingin yang terjadi di beberapa Negara subtropis diharapkan akan mengerek permintaan batubara dunia.
Selain musim dingin, pertumbuhan ekonomi China yang melambat juga dapat menjadi berkah bagi emiten batubara. Sebab, harga batubara yang relatif murah dapat mendorong China untuk meningkatkan permintaan akan batubara untuk mendorong efisiensi.
Pada 2020, Alfred memperkirakan kinerja emiten batubara akan lebih bertopang pada naiknya volume penjualan, bukan dari kenaikan harga komoditas.
“Ketergantungannya lebih kepada pertumbuhan volume penjualan untuk mendongkrak topline,” ujar Alfred.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News