Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Batubara menjadi komoditas yang berkinerja cukup buruk sepanjang tahun ini. Per Kamis (22/6), harga komoditas energi ini sudah berada di level US$ 141,50 per ton untuk harga kontrak Agustus 2023. Padahal, harga batubara sempat mencapai puncaknya di level US$ 372 per ton.
Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rizkia Darmawan menilai, penurunan harga batubara tidak terlepas dari dinamika supply dan demand global saat ini. Pemulihan ekonomi China yang ternyata lebih lambat dari ekspektasi memengaruhi kebutuhan konsumsi energi domestik, yang berimbas pada batubara.
Rizkia masih memasang sikap wait and see terkait dengan pemulihan ekonomi di China ke depannya, apakah akan terbantu dengan kebijakan moneternya kemarin, dan atau apakah ada stimulus fiskal ke depannya.
Baca Juga: Beda Arah, Inilah Harga Saham BBCA & PTBA di Perdagangan Bursa Jumat (23/6)
“Dan ini yang menjadi faktor penentu untuk kebutuhan energi China ke depannya yang akan mempengaruhi permintaan batubara juga,” terang Rizkia kepada Kontan.co.id.
Rizkia juga mencermati akan adanya potensi tambahan supply dari Rusia yang terus mengekspor batubaranya, walaupun diekspektasikan jumlah ekspor Rusia tahun ini relatif stagnan dibandingkan tahun lalu.
Di sisi lain, Rizkia berekspektasi permintaan dari India yang masih cukup baik dalam jangka pendek, didukung oleh kebijakan pemerintah India untuk terus menggunakan pembangkit listrik dengan kapasitas penuh dengan menggunakan batubara impor sebagai bahan bakar.
“Melihat dinamika tersebut, kami masih mempertahankan asumsi harga batubara Newcastle rata-rata di 2023 pada level US$ 175,” sambung Rizkia. Angka tersebut mengasumsikan ekonomi China yang relatif belum bertumbuh pada kuartal ketiga 2023, dan agak sedikit membaik di kuartal keempat 2023.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) Tebar Dividen Jumbo Rp 12,6 Triliun, Ini Komentar MIND ID
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Juan Harahap melihat adanya katalis potensial dalam bentuk stimulus ekonomi, setelah China memutuskan untuk memangkas suku bunga pinjaman jangka menengah menjadi 2,65% (dari sebelumnya 2,75%) dan 7-day repo rate menjadi 1,9% (sebelumnya 2%) untuk meningkatkan likuiditas sektor keuangan.
Selain itu, dia memperkirakan adanya potensi kenaikan harga yang substansial pada kuartal keempat 2023 di saat musim dingin. Datangnya musim dingin diperkirakan akan mengangkat permintaan komoditas energi, termasuk batubara.