Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Meski demikian, ada secercah harapan terkait naiknya harga batubara khususnya pada kuartal IV 2029, yakni dengan datangnya musim dingin di negara-negara subtropis. Namun, Alfred menilai fenomena kenaikan ini bersifat siklikal atau pasti terjadi setiap tahunnya.
"Siklikal memang sudah kami prediksi sejak awal tahun bahwa pada kuartal IV selalu ada ruang kenaikan harga batubara. Jadi, bukan sesuatu yang cukup mengejutkan lagi," tambah Alfred.
Baca Juga: Saham Sektor Batubara Masih Belum Menarik, Begini Rekomendasi Analis
Bahkan menurut Alfred, pelaku pasar juga sudah memperkirakan harga batubara akan sedikit terangkat pada kuartal IV 2019. Sehingga, kenaikan harga batubara menjelang musim dingin tidak menjamin sebagai katalis positif bagi saham-saham emiten batubara.
Selain datangnya musim dingin, melambatnya ekonomi China juga dipercaya dapat mengangkat harga batubara. Seperti diketahui, pertumbuhan ekonomi China pada kuartal III turun ke level 6% dan menjadikannya yang terendah dalam 30 tahun terakhir.
Alfred bilang, hal ini akan membuat China mencari sumber energi yang mendukung efisiensi guna mendongkrak pertumbuhan ekonominya. Batubara termasuk bahan bakar yang relatif murah. Sehingga, kemungkinan besar China akan meningkatkan penggunaan batubara dengan alasan faktor efisiensi.
Setali tiga uang, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai, datangnya musim dingin secara tidak langsung dapat mengangkat harga batubara. "Di China, jika musim dingin PLTA-nya mati. Mereka switch batubaranya jadi lebih banyak," ujar Hans.
Baca Juga: Kementerian ESDM pastikan kontrak PKP2B bisa diperpanjang 2 x 10 tahun
Meski demikian, dalam jangka panjang dia menilai prospek batubara masih cukup suram. Selain karena isu lingkungan dan pencemaran, perkembangan teknologi seperti baterai juga akan menyebabkan konsumsi batubara akan berkurang. Justru, Hans melihat nikel dan timah memiliki prospek yang lebih menarik.
Meski demikian, ia menilai ada beberapa saham emiten batubara yang masih menarik, yakni saham PTBA dan ADRO.
Pun begitu dengan Alfred yang menilai PTBA masih menjadi primadona diantara saham emiten batubara lainnya. Sebab, Alfred melihat PTBA memiliki pertumbuhan volume produksi dan penjualan yang cukup stabil.
Baca Juga: Produksi batubara naik, Kementerian ESDM: Jika tak ditahan, bisa 700 juta ton di 2020
"Untuk PTBA, rekomendasi buy on weakness dengan fair value Rp 3.480 per saham. Sebab kemungkinan masih ada ruang penurunan," pungkas Alfred.
Pada perdagangan hari ini, saham PTBA ditutup koreksi 2,86% ke level Rp 2.380 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News