Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Beberapa emiten batubara mencatatkan kinerja yang kurang apik sepanjang kuartal III 2019. Lemahnya harga batubara menjadi biang kerok dari turunnya kinerja emiten yang bergerak di sektor penambangan emas hitam ini
PT Bukit Asam Tbk (PTBA) misalnya, harus merelakan laba bersihnya turun 21,08% menjadi Rp 3,10 triliun. Padahal, pada periode kuartal III 2018 laba bersih PTBA mencapai angka Rp 3,93 triliun.
Meski demikian, PTBA mengantongi pendapatan sebesar Rp 16,25 triliun atau naik tipis 1,36% bila dibandingkan realisasi penjualan pada periode yang sama tahun 2018.
PTBA mengklaim, pendapatan usaha ini dipengaruhi oleh harga jual rata-rata batubara pada September 2019 yang turun 7,8% menjadi Rp 775.675 per ton.
Baca Juga: Diversifikasi usaha menjadi fokus Indika Energy (INDY)
Pun begitu dengan emiten batubara yang lain. Sebut saja PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang labanya merosot 63% menjadi US$ 76 juta dibandingkan periode sama 2018 yang sebesar US$ 205,2 juta.
Sementara itu, PT Indika Energy Tbk (INDY) justru mengalami nasib yang lebih buruk. INDY harus INDY mengalami rugi yang diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar US$ 8,60 juta di kuartal III-2019. Padahal, di kuartal III-2018 perusahaan masih sanggup mencatat laba bersih US$ 112,20 juta.
Meski demikian, INDY tengah berupaya untuk memperbaiki kinerjanya salah satunya dengan melakukan diversifikasi usaha. Salah satunya, INDY telah mengakuisisi tambang emas di Proyek Awak Mas sejak akhir 2018 silam.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) dan Antam (ANTM) Mau Bangun PLTU
Kepala Riset Koneksi Kapital Indonesia Marolop Alfred Nainggolan mengatakan, hingga 2020 harga jual rata-rata batubara (average selling price) sulit naik. Sehingga, ia menilai kinerja emiten batubara akan lebih ditopang oleh volume penjualan, bukan harga.
"Ketergantungannya lebih kepada pertumbuhan volume untuk mendongkrak topline-nya," ujar Alfred kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).