Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan harga komoditas diproyeksikan masih akan bergejolak, kendati alami penguatan sepekan terakhir. Ini menyusul kembali turunnya sejumlah harga komoditas usai mencetak kenaikan yang positif.
Berdasarkan data Trading Economics, harga minyak kembali turun di bawah US$ 75 per barel ke US$ 73,73 per barel pada Rabu (9/10), kendati secara harian masih terkoreksi naik 0,24% per pukul 19.14 WIB.
Lalu, batubara turun 1,44% dalam 24 jam terakhir ke US$ 150,8 per ton usai sepekan naik 5,71%. Kemudian CPO turun 0,47% dalam 24 jam terakhir ke MYR 4.251 per ton usai naik 1,31% dalam sepekan. Sementara emas masih cenderung stabil dengan koreksi turun tipis 0,01% di US$ 2.621 per ons troi.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan, rally yang terjadi akhir-akhir ini bukanlah sesuatu yang fundamental permanen. Sebab, masih akan berubah seiring perkembangan dan data-data ekonomi ke depan.
Baca Juga: Harga Komoditas Terbang Sebulan Terakhir, Simak Rekomendasi Saham Emitennya
"Jadi, dampaknya tidak akan terlalu besar, tidak akan mengubah secara besar prospek suku bunga the Fed," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (9/10).
Lukman memaparkan, situasi di Timur Tengah yang dikhawatirkan akan mengganggu jalur logistik supplai minyak maupun skenario terburuk serangan Israel ke fasilitas produksi minyak, hal ini tidak begitu berdampak pada komoditas pada umumnya, kecuali kenaikan pada harga energi.
"Namun dampak selanjutnya masih perlu ditunggu," sebutnya.
Menurutnya, sentimen komoditas yang terpenting saat ini adalah stimulus ekonomi pemerintah China. Faktor lain seperti gangguan produksi, iklim dan sebagainya adalah hal yang bersifat force majeur dan sulit diprediksi.
Ia berpandangan untuk prospek harga minyak masih wait and see aksi balasan Israel yang apabila terjadi pada fasilitas produksi minyak, harga mudah naik ke US$ 100 per barel. Namun apabila tidak ada eskalasi lebih lanjut, harga bisa berbalik ke US$ 60 per barel.
Lalu CPO, walau sudah sangat tinggi, tetapi masih bisa menuju MYR 4.600 per ton. Penguatan ini didukung oleh double tail wind, stimulus China dan penundaan penerapan UU deforestisasi EU.
"Namun harga tinggi CPO ini membuat produsen Indonesia dan Malaysia kembali bersaing sehingga akan menahan kenaikan yang lebih tinggi," kata Lukman.
Harga batubara juga sangat didukung oleh stimulus China, walau masih ada resiko La Nina yang bisa mengganggu produksi dan pasokan di Australia. Hanya saja, dia berpandangan sepertinya kekhawatiran ini sudah mulai mereda.
Baca Juga: Harga Melambung, Saham Mitra Energi Persada (KOPI) Kena Suspensi
"Harga sekarang sudah termasuk tinggi, walau didukung stimulus dan kekhawatiran La Nina," sebutnya.
Lanjut Lukman, harga batubara idealnya tertinggi US$ 150 per ton. Sebab, prospek ekonomi China yang masih suram dan tahun depan diperkirakan akan tumbuh di bawah 5%. Selain itu, banyaknya negara maju yang beralih dari energi fosil untuk pembangkit listrik juga akan terus mengurangi permintaan.
Lalu untuk emas, Lukman menilai masih akan menuju US$ 2.800 per ons troi. Menurutnya, hanya masalah waktu apakah lebih cepat atau lambat karena prospek suku bunga tidak akan terlalu membebani, mengingat hal tersebut hanya bersifat sementara.
"Investor lebih cenderung mengantisipasi situasi di Timur Tengah, yang apabila memanas akan membawa harga emas ke US$ 2.800 lebih awal. Namun untuk saat ini target akhir tahun masih sama US$ 2.800," tutup Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News