Reporter: Dina Farisah, Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Menjelang akhir tahun 2014, harga sebagian besar komoditas rontok. Komoditas babak belur di tengah penguatan indeks dollar Amerika Serikat (AS) serta perlambatan ekonomi kawasan Eropa dan sebagian Asia.
Tapi, tak semua harga komoditas anjlok. Misalnya, harga nikel masih tumbuh. Ini terjadi lantaran larangan ekspor mineral mentah Indonesia sejak awal tahun 2014 membatasi pasokan ke pasar global. Berikut ini evaluasi harga komoditas hingga akhir November 2014:
Emas
Di awal tahun ini, harga emas sempat bergerak naik hingga mencapai level tertinggi di bulan Maret, yakni di US$ 1.381,30 per ons troi. Krisis geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah mengangkat popularitas emas sebagai safe haven.
Kemudian, harga emas perlahan turun hingga ke level terendah di bulan November di harga US$ 1.143,30 per ons troi. Mengutip Bloomberg, Jumat (28/11) kontrak emas pengiriman Januari di Commodity Exchange di US$ 1.175 per ons troi, turun 1,87 % dari perdagangan hari sebelumnya. Sepanjang tahun 2014, harga emas tergerus 2,62%.
Tonny Mariano, analis PT Harvest International Futures, mengatakan, sejak Juli sampai awal November, harga emas terus merosot. Ini terjadi lantaran dollar AS terus menguat. Maklum, seiring perekonomian AS yang membaik, Bank Sentral AS, The Fed bakal menaikkan suku bunga lebih cepat.
Hingga tahun depan, Tonny menduga, emas tetap loyo karena pasar akan fokus pada kenaikan suku bunga The Fed. Sedangkan tahun depan, emas bisa tertopang hasil referendum Swiss yang digelar kemarin, Minggu (30/11). “Harga emas juga bisa tersokong jika banyak pihak melakukan pembelian emas fisik,” kata Tonny.
Ia memprediksi, harga emas akhir tahun ini mendekati US$ 1.050 per ons troi. Sedangkan tahun depan, harga akan bergulir di US$ 800–US$ 1.300 per ons troi.
Minyak
Harga minyak mentah terjun bebas setelah pertemuan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) tak memangkas produksi. Jumat (28/11) harga minyak West Texas Intermediate (WTI) pengiriman Januari 2015 turun 10,81%, dari perdagangan sebelumnya ke US$ 66,15 per barel. Ini harga level terendah sejak lebih dari empat tahun. Sepanjang tahun ini, harga minyak merosot 28,05%.
Nizar Hilmi, analis SooGee Futures, mengatakan, harga minyak sempat naik di bulan Juni karena pelemahan dollar AS dan memanasnya gejolak geopolitik di Ukraina dan Timur Tengah. Namun, krisis mereda membuat harga kembali terpeleset.
Harga minyak semakin tertekan lantaran pertemuan organisasi negara pengekspor minyak (OPEC) pada 27 November 2014 di Wina, Austria, tidak memutuskan pemangkasan produksi. "Harga minyak terjun ke level terendah," ujar Nizar.
Ia melihat, ada potensi harga kembali jatuh mendekati US$ 65,00 per barel di akhir tahun ini. Kuartal I-2015, harga minyak di US$ 60,00 – US$ 65,00 per barel.
Batubara
Harga batubara terus merosot sejak awal tahun. Jumat (28/11), harga batubara pengiriman Januari 2015 di ICE Futures Europe di US$ 64,8 per ton atau menguat 0,08% dari hari sebelumnya. Tapi sejak awal tahun harga batubara sudah anjlok 24,21%.
Hans Kwee, Direktur Investa Saran Mandiri, menilai, tekanan harga datang dari perlambatan ekonomi China, sebagai pengguna terbesar batubara. Pamor emas hitam ini juga meredup karena masayarakat global mengantisipasi pencemaran lingkungan. “China mulai beralih dari batubara ke energi yang lebih ramah lingkungan,” ujarnya.
Akhir tahun ini, Hans memprediksi, harga batubara naik terbatas karena technical rebound. Sedangkan tahun depan, harga konsolidasi cenderung melemah. Guntur Tri Haryanto, analis Pefindo menduga, harga batubara stabil di US$ 64–US$ 68 per ton akhir tahun ini. Tahun depan, ia melihat, batubara berpotensi melemah.
Nikel
Performa nikel paling mentereng di antara komoditas lain. Jumat (28/11), harga nikel pengiriman Januari 2015 di London Metal Exchange (LME) US$ 16.257 per ton atau turun tipis 0,5% dari hari sebelumnya. Namun sepanjang tahun ini, harga nikel bertambah 16,9%.
Wahyu Tribowo Laksono, analis PT Central Capital Futures, melihat, kenaikan harga nikel ditopang larangan ekspor mineral mentah di Indonesia. Kebijakan ini memicu kenaikan harga nikel. Selain itu, eskalasi geopolitik antara Rusia dan Ukraina juga melambungkan harga. Sebab, Rusia merupakan salah satu produsen terbesar nikel.
Wahyu memprediksi, harga nikel di US$ 16.000-US$ 17.000 per ton pada akhir tahun ini. Pada kuartal I-2015, harga di US$ 14.000-US$ 15.000 per ton.
Timah
Pergerakan harga timah sepanjang 2014 cukup fluktuatif. Jumat (28/11), harga timah kontrak pengiriman Januari 2015 di LME naik tipis 0,01% dari hari sebelumnya menjadi US$ 20.270,50 per ton. Namun, sepanjang 2014, harga timah sudah anjlok 9,3%.
Ibrahim, analis dan Direktur Equilibirium Komoditi Berjangka, mengatakan, awal tahun, harga timah cukup tinggi karena isu Ukraina dan Timur Tengah mulai mencuat. Namun, harga timah jatuh di kuartal III setelah IMF merevisi pertumbuhan ekonomi negara-negara pengimpor timah seperti China dan Eropa.
Ibrahim memperkirakan, akhir tahun ini harga timah masih akan jatuh ke level US$ 19.000-US$ 20.000 per ton. Tahun depan, harga akan bergerak ke kisaran US$ 17.000-US$ 21.500 per ton.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News