Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) terus menambah jaringan pelanggan di saat penurunan harga gas alam global. Di sisi lain, aturan mengenai naiknya gas bumi untuk industri yang terbaru akan menjadi sentimen positif bagi PGAS.
Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan mengungkapkan, katalis positif bagi PGAS adalah penambahan basis jaringan pelanggan baik industri maupun rumah tangga dengan cara peningkatan jaringan pipa gas di berbagai wilayah. Saat ini, PGAS diketahui terlibat dalam berbagai proyek strategis.
PGAS berencana meningkatkan volume penjualan niaga gas bumi sebesar 1.058 bbtud dan peningkatan transmisi gas menjadi 1.391 mmscfd melalui peningkatan ketersediaan suplai dari Husky CNOOC Madura Ltd, PSC Blok Jabung, dan Jimbaran Tiung Biru lewat pipa transmisi Gresik—Semarang.
Patut dicermati pula bahwa pipa transmisi Cirebon-Semarang tahap 1 ditargetkan selesai pada Agustus 2023 yang bersamaan dengan fasilitas untuk Kawasan Industri Terpadu Batang, dimana permintaan gas fase 1 untuk PGAS mencapai 12 BBTUD.
Baca Juga: Inflasi Melandai, Saham-Saham Ini Bisa Dilirik untuk Semester II-2023
Emiten pelat merah ini juga memasuki gasifikasi proyek pembangkit listrik berdasarkan Kepmen 249/2022, yaitu gasifikasi 47 titik lokasi pembangkit dengan total volume kebutuhan Liquified Natural Gas (LNG) sebesar 282,93 BBTUD.
Selain itu, PGAS berencana meningkatkan basis pelanggan rumah tangga melalui peningkatan Sambungan Rumah (SR) baik melalui APBN yang sudah mencapai 40,7 ribu SR, ataupun investasi internal yang telah menjangkau 179 ribu SR.
Felix melihat penurunan harga gas alam secara global tidak begitu berdampak terhadap kinerja PGAS. Hal itu karena memang harga gas bumi telah ditetapkan oleh kementerian ESDM yang cukup dominan bagi harga jual rata-rata perseroan.
“Harga gas yang sedang turun tidak terlalu berdampak pada PGAS,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Rabu (5/7).
Seperti diketahui, harga gas bumi tertentu atau HGBT untuk tujuh bidang industri dinaikkan dari sebelumnya US$6 per mmbtu menjadi lebih tinggi atau maksimal US$7 per mmbtu. Penyesuaian tersebut tertuang dalam lampiran Keputusan Menteri (Kepmen) Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 91 Tahun 2023 yang ditetapkan pada 19 Mei 2023.
Adapun tujuh bidang industri pengguna yang mendapat HGBT, sebagaimana diatur sebelumnya dalam Peraturan Presiden Nomor 121 Tahun 2020 tentang Penetapan Harga Gas Bumi, ialah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, kaca, dan sarung tangan karet.
Menurut analis Ciptadana Sekuritas Asia Arief Budiman, salah satu dari alasan pemerintah menaikkan harga adalah karena menipisnya penerimaan negara yang menurun Rp 29,4 triliun pada periode 2021 dan 2022 atas implementasi HGBT sebelumnya.
Berdasarkan perhitungan Ciptadana Sekuritas dalam riset 16 Juni 2023, HGBT baru akan meningkatkan biaya pembelian gas PGAS dari US$ 3,8 – US$ 4,1 per mmbtu menjadi US$ 4,6 – US$ 5,0 per mmbtu. Dengan demikian, pelanggan terpilih PGAS akan membayar sekitar US$ 6,2 – US$ 6,5 per mmbtu.
Sebagai contoh, beberapa industri keramik di Jawa Timur yang terkena imbasnya HGBT harus membayar sekitar US$ 6,32 per mmbtu di titik penyerahan untuk tahun 2023. Angka ini meningkat dari harga HGBT sebelumnya sebesar US$ 6,02 per mmbtu.
Baca Juga: Inflasi Melandai, Kinerja Sektor Properti Diramal Positif pada Semester II
Arief meyakini proyeksi untuk harga jual rata-rata sekitar US$ 7,4 per mmbtu dan margin distribusi US$ 1,7 per mmbtu masih dapat dicapai oleh PGAS di tahun ini. Proyeksi tersebut karena laporan Average Selling Price (ASP) PGAS sebesar US$7,3 dan margin sebesar US$1,6 mmbtu pada kuartal I-2023 yang didukung oleh penjualan di luar tujuh industri HGBT.
Ciptadana Sekuritas melihat risiko pendapatan hulu yang lebih rendah bagi PGAS karena penurunan volume dan tren harga minyak yang lebih rendah. Namun, pendapatan diyakini lebih tinggi dari transportasi minyak yang secara luas akan mengimbangi penurunan.