Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga gas alam dan batubara dapat bertahan di tengah lesunya mayoritas harga komoditas energi. Kekhawatiran pasokan hingga efek cuaca mendorong harga kedua komoditas tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg, harga gas alam bertengger di US$ 2,67 per MMBtu pada Kamis (26/9), secara harian naik 1,52% dan sepekan naik 14,10%. Adapun batubara di US$ 142,9 per ton pada Rabu (25/9), secara harian naik 1,78% dan sepekan naik 5,65%.
Pengamat Komoditas dan Mata Uang Lukman Leong mengatakan bahwa harga gas alam didukung oleh permintaan yang lebih tinggi karena musim panas yang lebih hangat. Selain itu kekhawatiran badai Helene di Teluk Meksiko mengganggu pasokan.
"Data Energy Information Administration (EIA) juga menunjukkan penurunan produksi di bulan September menjadi 102 miliar kubik kaki dari 103,2 di Agustus," kata Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (26/9).
Baca Juga: Harga Minyak Masih Tertekan Meski Suku Bunga Turun dan Ada Stimulus China
Lalu untuk batubara, Lukman menilai harganya didorong kekhawatiran La Nina. Hujan besar di kawasan Australia akan menggagu produksi.
Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menambahkan, harga kedua komoditas itu juga didorong dari kondisi konflik di Timur Tengah yang masih terjadi. Kemudian, kekhawatiran suplai jelang akhir tahun.
"Karena terlambatnya pengiriman seiring Laut Merah dikuasai Houti," sebutnya.
Ibrahim memperkirakan sentimen tersebut masih akan berlanjut. Karenanya, harga gas alam dan batubara masih berpotensi untuk terkerek naik, ditambah pemerintah China yang telah memberikan stimulus yang diharapkan dapat meningkatkan perekonomiannya dan mendorong permintaan energi.
Baca Juga: Pasokan Berlebih dari Arab dan Libya, Harga Minyak Turun Tajam
Dus, Ibrahim memperkirakan harga gas alam pada akhir tahun di kisaran US$ 3,5 per MMBtu. Sementara batubara akan menuju US$ 150 per ton.
Lukman juga sepakat bahwa kedua harga komoditas itu masih berpotensi naik. Ia memperkirakan gas masih bisa naik di kisaran US$ 3,2 per MMBtu. Menurutnya, iklim yang kurang bersahabat seperti musim panas yang lebih hangat saat ini dan musim dingin yang lebih dingin di akhir tahun akan mengerek harganya.
"Namun ini semua juga akan tergantung apakah produksi Amerika Serikat (AS) akan terus stabil, menurun atau malah kembali naik," kata dia.
Baca Juga: Ekspor Batubara 600 Juta Ton, Menteri ESDM Tekankan Kelola Tambang Berkelanjutan
Lukman memperkirakan harga batubara sudah priced-in dengan gangguan-gangguan alam pada produksi. Namun demikian, stimulus ekonomi China sangat berperan memberikan sentimen secara umum dan diperkirakan pemerintah China masih akan terus menambahkan stimulus sehingga akan mendukung harga batubara.
Di sisi lain, ia menegaskan bahwa terkait gangguan produksi oleh iklim sifatnya force majeure. Karenanya, apabila skenario buruk seperti stimulus pemerintah China tidak banyak bertambah dan cuaca tidak ekstrem maka harga batubara akan berada di kisaran US$ 120 per ton-US$ 125 per ton.
"Best case, stimulus besar dan force majeure yang terjadi maka harga di atas US$ 150, tergantung seberapa besar gangguan, bahkan bisa juga ke US$ 200 per ton," pungkas Lukman.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News