Sumber: Reuters | Editor: Hasbi Maulana
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Saham Facebook Inc ambrol hingga sedalam 24% pada perdagangan setelah bursa tutup (after hours) hari Rabu (26/7). Pasar khawatir dampak masalah privasi pada bisnis Facebook setelah petingginya memperingatkan bahwa pertumbuhan pendapatan akan melambat bersama dengan kenaikan biaya.
Harga saham yang jatuh merontokkan kapitalisasi pasar Facebook hingga ambles US$ 150 miliar dalam waktu kurang dari dua jam di perdagangan after hours.
Sekadar catatan, perdagangan after hours adalah perdagangan setelah jam bursa normal tutup. Beberapa bursa saham dunia menyelenggarakan perdagangan seperti ini, termasuk bursa saham New York (NYSE).
Perusahaan ini memperingatkan investor bakal terjadi lompatan besar biaya karena upaya mereka mengatasi kekhawatiran tentang penanganan privasi pengguna yang buruk serta memantau postingan pengguna. Total pengeluaran pada kuartal kedua melonjak menjadi US$ 7,4 miliar, naik 50% dibandingkan dengan tahun lalu.
"Tingkat pertumbuhan pendapatan total kami akan terus berkurang pada paruh kedua tahun 2018. Kami memperkirakan tingkat pertumbuhan pendapatan kami menurun dengan persentase satu digit lebih tinggi dari kuartal sebelumnya secara berurutan di Q3 dan Q4," kata Chief Financial Officer David Wehner.
Biaya diperkirakan tumbuh 50% menjadi 60% dibandingkan dengan tahun lalu karena perusahaan ini berinvestasi dalam keamanan, pemasaran, dan akuisisi konten, katanya.
"Selama beberapa tahun ke depan, kami akan mengantisipasi bahwa margin operasi kami akan cenderung menuju pertengahan 30-an pada basis persentase," kata Wehner, menambahkan bahwa margin akan turun selama lebih dari dua tahun.
Sedakar pembanding, margin operasi Facebook turun menjadi 44% pada kuartal kedua dari 47% tahun lalu.
Peraturan Perlindungan Data Umum (GDPR) yang baru di Uni Eropa memaksa beberapa perubahan persyaratan privasi Facebook dan proses pendaftaran.
"Ketika pertumbuhan pendapatan jauh lebih lambat, mereka berbicara tentang badai mata uang, tetapi kami pikir itu lebih karena pertumbuhan pengguna yang melambat mengingat GDPR dan lebih fokus pada privasi," analis Morningstar, Ali Mogharabi mengatakan.
Facebook melihat pengguna aktif bulanan di Eropa menurun sekitar 1 juta orang di tengah peraturan baru, kata Kepala Eksekutif Facebook Mark Zuckerberg pada saat conference call.
Skandal privasi data yang melibatkan perusahaan konsultan politik Cambridge Analytica dan informasi yang salah WhatsApp yang berkontribusi terhadap pembunuhan massal di India telah menambah tekanan terhadap Facebook untuk mengevaluasi kembali bagaimana layanannya menjaga keamanan dan kesopanan.
Pendapatan Facebook tumbuh dengan laju paling lambat dalam hampir tiga tahun. Penjualan tumbuh menjadi US$ 13,2 miliar pada kuartal kedua dibandingkan dengan US$ 9,3 miliar setahun yang lalu.
Perusahaan melaporkan laba US$ 5,1 miliar, atau US$ 1,74 per saham, dibandingkan dengan estimasi rata-rata US$ 5,1 miliar dan US$ 1,72 per saham di antara riset yang dikumpulkan oleh Thomson Reuters.
Pertumbuhan pengguna baru melambat dengan Facebook menambahkan 11% lebih banyak pengguna aktif harian dan bulanan di aplikasi Facebook utama pada kuartal kedua, dibandingkan dengan 13% pada kuartal pertama.
Pertumbuhan pengguna harian untuk layanan nama-nama Facebook telah merosot dalam enam kuartal berturut-turut, membawanya ke 1,47 miliar pengguna pada kuartal kedua dari 1,23 miliar pada akhir 2016.
Instagram telah berkembang menjadi 1 miliar pengguna bulanan dari 600 juta pada akhir 2016, sementara Messenger dan WhatsApp masing-masing telah melaporkan lebih dari 1 miliar pengguna bulanan.
Sekitar 2,5 miliar orang menggunakan setidaknya satu dari aplikasi perusahaan setiap bulan, Facebook mengatakan pada panggilan konferensi dengan investor dan analis.
Instagram diperkirakan menyumbang 18% pendapatan Facebook tahun ini dan 23% tahun depan, menurut perusahaan riset EMarketer.
"Tampaknya kinerja Instagram yang lebih kuat tidak cukup mengimbangi beberapa tantangan aplikasi inti," kata Colin Sebastian, analis Robert W. Baird & Co dalam sebuah catatan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News