Reporter: Wahyu Tri Rahmawati | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga emas naik tipis pada hari Kamis, bersiap untuk mengakhiri penurunan beruntun selama delapan hari. Ini adalah penurunan harga emas paling lama sejak tahun 2016. Imbal hasil obligasi Amerika Serikat (AS) dan dolar AS turun dari level tertinggi baru-baru ini menjelang laporan penggajian pertanian minggu ini.
Kamis (5/10) pukul 12.39 WIB, harga emas di pasar spot naik 0,3% menjadi US$ 1.826,92 per ons troi. Harga emas mencoba rebound dari level terlemahnya sejak Maret, yang dicapai pada hari Selasa. Harga emas berjangka AS naik 0,4% menjadi US$ 1.841,20 per ons troi.
“Meskipun ada upaya untuk menstabilkan harga emas pada hari ini, belum ada keyakinan akan terjadinya pembalikan,” kata ahli strategi pasar IG Yeap Jun Rong kepada Reuters.
Baca Juga: Harga Emas di Pegadaian, Siang Ini Kamis 5 Oktober 2023, Cek Daftarnya di Sini
Setiap pergerakan sebelum non-farm payroll AS pada minggu ini mungkin hanya berumur pendek, karena data pekerjaan resmi masih menjadi katalis utama dalam menentukan arah pasar ke depan bersama dengan data CPI AS minggu depan.
Data pada hari Kamis menunjukkan, gaji swasta AS meningkat jauh lebih kecil dari perkiraan pada bulan September. Pasar sekarang menunggu laporan ketenagakerjaan Departemen Tenaga Kerja AS yang lebih komprehensif pada hari Jumat.
Aksi jual besar-besaran pada obligasi negara secara global pada hari Rabu mendorong imbal hasil Treasury AS bertenor 30-tahun menjadi 5% untuk pertama kalinya sejak tahun 2007. Imbal hasil obligasi AS bertenor 10-tahun turun dari level tertinggi dalam 16-tahun pada hari Kamis dan dolar AS melemah 0,2%. Penurunan yield dan kurs dolar AS mengurangi tekanan pada emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Baca Juga: Harga Emas Antam Naik Rp 3.000 Menjadi Rp 1.043.000 Per Dolar AS pada Hari Ini (5/10)
SPDR Gold Trust, ETF yang didukung emas terbesar di dunia, mengatakan kepemilikannya turun ke level terendah sejak Agustus 2019.
"Harga emas di pasar spot mungkin menguji resistensi di US$ 1.834 per ons, penembusan di atasnya dapat menyebabkan kenaikan ke US$ 1.855," menurut Wang Tao, analis teknikal Reuters.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News