Reporter: Kenia Intan | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan yang bergerak di bidang industri manufaktur dan perdagangan perhiasan emas, PT Hartadinata Abadi Tbk (HRTA) membukukan kinerja yang positif sepanjang Januari hingga September 2020.
Hingga kuartal III 2020, HRTA mengantongi kenaikan penjualan 31,28% year on year (yoy) menjadi Rp 3,15 triliun dari periode sama tahun lalu Rp 2,4 triliun. Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk ikut terkerek menjadi Rp 134,10 miliar. Realisasi ini terkerek 14,52% yoy.
Chief Financial Officer (CFO) Hartadinata Abadi Denny Ong mengatakan, HRTA tetap mampu mencatatkan pertumbuhan kinerja keuangan karena permintaan logam mulia yang masih meningkat.
Padahal biasanya, di tengah harga emas yang meningkat permintaan akan cenderung menurun. Dari produk yang diminati, konsumen lebih memilih perhiasan dengan kadar emas yang rendah.
Baca Juga: Selama pandemi Covid-19, penjualan logam mulia Hartadinata Abadi (HRTA) melejit tajam
Namun, kenaikan permintaan logam mulai kali ini merupakan kondisi khusus. Pertumbuhan permintaan terdorong goyahnya kondisi ekonomi global karenapandemi Covid-19. Sehingga, masyarakat cenderung mengalihkan investasi dari pasar uang ataupun pasar saham ke alternatif yang lebih aman seperti emas.
"Efek ini mempengaruhi masyarakat, sehingga permintaan logam mulia cukup tinggi di tahun ini," ujar Denny kepada Kontan.co.id, Jumat (20/11).
HRTA memaksimalkan momentum ini dengan menggenjot penjualan logam mulia dengan kuantitas yang mini. Produk logam ini diprediksi lebih disukai pasar karena lebih terjangkau.
Lebih lanjut, Denny menuturkan, sesungguhnya volume penjualan HRTA hingga kuartal III 2020 ini cenderung menurun. Namun, penurunan volume penjualan ini tertolong oleh harga emas sepanjang tahun 2020 yang jauh meningkat dibandingkan tahun lalu.
Selain itu, peningkatan permintaan pada logam mulia menjadi faktor pendorong lainnya. Walaupun, kontribusi penjualan logam mulia sesungguhnya masih lebih mini dibandingkan penjualan perhiasan yang mencapai 80%.
Ke depannya, Denny masih optimistis kinerja HRTA akan tetap bertumbuh kendati eberapa hari terakhir harga emas global cenderung tertekan.
Mengutip data dari Bloomberg, sejak harga emas menyentuh level tertinggi di US$ 2.063,54 per ons trois pada 6 Agustus 2020, pergerakan harga emas cenderung menurun. Hingga akhirnya pada penutupan perdagangan Jumat (20/11) ditutup di level US$ 1.863,45 per ons trois.
Melihat kecenderungan penurunan harga ini, Denny memperkirakan dampaknya tidak akan signifikan terhadap kinerja HRTA. Dengan adanya penurunan harga emas, permintaan akan terkerek kembali karena dari sisi harga akan lebih terjangkau.
Baca Juga: Pefindo tegaskan peringkat idA- Untuk Hartadinata Abadi (HRTA)
HRTA pun tidak ada strategi khusus untuk memaksimalkan peluang ini. HRTA akan memanfaatkan momentum ini dengan strategi-strategi yang telah dilakukan sebelumnya, di antaranya pengembangan jenis produk maupun design yang lebih menarik di pasar. Menurut Denny, kenaikan maupun penurunan harga emas di bisnis perdagangan perhiasan merupakan hal yang biasa.
Sementara dari sisi penjualan logam mulia, HRTA akan melakukan inovasi agar tetap menarik bagi konsumen. Misalnya dengan pengamasan tertentu sehingga konsumen bisa memanfaatkan logam mulia tersebut sebagai kado atau hadiah, di sisi lain memperluas jaringan pemasaran.
Melihat kondisi sejauh ini, HRTA optimistis bisa mencatatkan pendapatan hingga Rp 3,4 triliun di tahun 2020. Adapun pada pada akhir tahun lalu, HRTA membukukan pendapatan Rp 3,24 triliun.
Asal tahu saja, HRTA berecana memperkuat anak usahanya yang bergerak di bisnis gadai emas yakni PT Gadai Cahaya Dana Abadi (GCDA) hingga akhir tahun 2020. Keseriusan ini diwujudkan dengan penetrasi pasar ke Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
" Perizinan yang sedang kami proses untuk NTB dan NTT," kata Denny lagi. Asal tahu saja, baru-baru ini HRTA telah mengantongi perizinan dari OJK untuk wilayah Jawa Timur. Adapun GCDA juga sudah masuk ke wilayah Jawa Barat.
Sekadar infromasi, per Oktober 2020 ini HRTA telah menyerap alokasi belanja modal atau capital expenditure (capex) sekitar Rp 50 miliar. Penyerapan tersebut lebih banyak dimanfaatkan untuk upgrade mesin. Adapun sepanjang tahun 2020 ini HRTA sebenarnya mengalokasi capex hingga Rp 65 milar.
Selanjutnya: Hartadinata (HRTA) tetap ekspansif menambah jaringan toko dan unit gadai tahun ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News