kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45891,58   -16,96   -1.87%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Harga CPO lesu, LSIP dan SIMP akan buyback saham


Rabu, 24 April 2013 / 07:39 WIB
Harga CPO lesu, LSIP dan SIMP akan buyback saham
ILUSTRASI. Direktur Keuangan PT Vale Indonesia Tbk (INCO) Bernardus Irmanto


Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono |

JAKARTA. Khawatir sentimen negatif penurunan harga komoditas kian menekan harga saham, tiga emiten perkebunan mengambil langkah antisipatif lewat pembelian kembali saham (buy back). Emiten itu adalah PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP), PT PP London Sumatera Indonesia Tbk (LSIP) dan PT BW Plantation Tbk (BWPT).

Tjipto Widodo, Komisaris Utama BWPT mengatakan, BWPT sedang mempertimbangkan buyback saham BWPT di level harga saat ini. "Secara makro industri kelapa sawit masih menjanjikan" kata Tjipto, Selasa (23/4).

Namun, langkah lebih konkret ditunjukkan SIMP dan LSIP. SIMP berniat membeli kembali maksimum 315 juta saham atau 2% dari saham yang ditempatkan dan disetor penuh. Dalam pengumumannya, kemarin, SIMP menganggarkan dana buyback hingga Rp 350 miliar.

Harga buyback maksimal pembelian saham diprediksi sekitar Rp 1.111,11 per saham. Harga itu 22,1% lebih tinggi dari harga SIMP, kemarin, di Rp 910 per saham.

Sedangkan, LSIP berniat membeli kembali maksimum 31 juta saham yang beredar, atau setara dengan 0,46% dari saham LSIP yang ditempatkan dan disetor penuh.

LSIP menganggarkan dana sebanyak Rp 60 miliar, sudah termasuk biaya transaksi. Harga maksimum pembelian diperkirakan sebesar Rp 1.935 per saham atau 13,82% di atas harga penutupan LSIP, kemarin, di Rp 1.700 per saham.

Analis Mega Capital Indonesia Arief Fahruri mengatakan, rencana buyback saham ini akan menguntungkan emiten tersebut ke depannya. "Sebab, saham buyback akan masuk treasury stock, untuk dijual kembali," ujar Arief.

Momen ini juga dirasa tepat karena turunnya kinerja emiten berbasis minyak kelapa sawit (CPO) akibat buruknya perekonomian negara-negara konsumen CPO seperti Eropa, India dan Cina.

Arief sendiri lebih menyarankan investor untuk menghindari emiten sektor CPO karena belum ada sinyal pembalikan arah menjadi positif alias bullish.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×