Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Markus Sumartomjon
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga batubara kembali dalam tren memandak dan sudah mencapai level tertinggi. Permintaan dan produksi batubara di China masih jadi faktor penggerak lonjakan harga si hitam tersebut.
Mengutip Bloomberg, Rabu (16/5) harga batubara kontrak pengiriman Juli 2018 di ICE Futures Exchange naik 0,85% ke US$ 106,25 per ton. Ini merupakan harga tertinggi sejak lima tahun lalu. Sementara, selama sepekan terakhir harga batubara sudah menggunung 6,58%.
Analis Central Capital Futures, Wahyu Tri Wibowo bilang harga batubara melambung karena ikut terpengaruh kenaikan harga minyak menyentuh level tertinggi sejak tiga tahun lalu di sekitar US$ 70 per barel.
Analis Asia Tradepoint Futures Deddy Yusuf Siregar menambahkan dengan semakin mahalnya harga minyak, para pedagang menjadikan batubara sebagai alternatif pembangkit energi dengan harga yang mereka anggap masih di level wajar dan lebih rendah dari harga minyak. Terjadinya subsitusi minyak menjadi batubara ini membuat permintaan batubara bertambah dan harga jadi naik.
Wahyu menambahkan biasanya harga batubara hanya naik ketika musim digin, tetapi kini disaat musim kemarau permintaan batubara juga cukup banyak dan bisa mendorong harga batubara. "Batubara tetap dibutuhkan untuk kebutuhan energi menjalankan pendingin ruangan karena musim semi di China membawa suhu yang lebih hangat dari biasanya," kata Wahyu ke KONTAN.co.id, Rabu (16/5).
Harga batubara melambung juga disebabkan pembatasan penggunaan batubara di China dalam rangka menjaga lingkungan. Pemrintah China membatasi impor batubara. Namun, kenyataanya, China belum siap dan terjadi hambatan pada enam pembangkit listrik utama. Akibatnya, kini China malah menambah produksi batubaranya.
Berdasarkan pemberitaan Reuters, produksi batubara di China naik 293 juta ton di April 2018 atau naik 4,1% secara year on year (yoy). Produksi tersebut menambah total produksi China sudah mencapai 1,1 miliar ton selama empat bulan terakhir.
Deddy memproyeksikan kenaikan harga batubara yang mengikuti kenaikan harga minyak bisa berlanjut satu hingga dua tahun ke depan. "Jangka pendek harga batubara diproyeksikan bisa capai level tertinggi di US$ 115 per ton," kata Deddy.
Sementara untuk tiga hingga lima tahun ke depan, Deddy memproyeksikan harga batubara mulai terkoreksi karena mendapat ancaman dari negara maju dan China yang mulai menggunakan gas alam. Harga batubara juga bisa terkoreksi apabila Juni mendatang AS mengerek suku bunga acuan. Dollar AS yang semakin berotot membuat komoditas yang berdenomiasi dollar AS jadi semakin mahal dan bisa mengurangi permintaan meski tidak signifikan.
Sedangkan, Wahyu memproyeksikan harga batubara membentuk pola bullish continuatiion jika terbentuk pola cup and handle. Indikator tersebut mengindikasikan harga batubara cederung bullish dan menguji di US$ 110 per ton. Jika break dan bertahan di US$ 110 maka terbuka kenaikan harga hingga US$ 120. Meski demikian terdapat ancaman koreksi overbought (jenuh beli) jangka pendek karena RSI dan Stochastic berada di atas 80.
Untuk sepekan Wahyu memproyeksikan harga batubara berada di rentang US$ 105 per ton-US$ 112 per ton. Sedangkan untuk Kamis (17/5) harga batu bara berada di support: US$ 109,60- US$ 108.20-US$ 107.50 dan resistance: US$ 109.60-US$ 110.30-US$ 111. Sedangkan Deddy memproyeksikan pada Kamis (17/5), harga batubara berada direntang US$ 104.90-US$ 105.50 per ton- per ton. Sedangkan, sepekan harga batubara bergerak di rentang US$ 104.00 - US$ 105.00.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News