Reporter: Grace Olivia | Editor: Dupla Kartini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga komoditas batubara terus melaju. Masih tingginya tingkat permintaan dari negara-negara Asia menopang harga, di tengah sentimen pengurangan pemakaian batubara sebagai bahan baku pembangkit listrik di sejumlah negara maju.
Mengutip Bloomberg, harga batubara kontrak pengiriman Juni 2018 di ICE Futures Exchange menguat 1,93% ke level US$ 100,10 per metrik ton pada Selasa (1/5). Penguatan harga tersebut seakan menampik prediksi bahwa batubara akan sulit menembus level US$ 100 dalam jangka menengah ini.
Analis PT Asia Tradepoint Futures, Deddy Yusuf Siregar berpendapat, penguatan harga batubara didukung oleh tingkat permintaan yang masih terjaga. "Terutama permintaan dari Asia karena sekitar 70% pembangkit listriknya masih menggunakan bahan baku batubara," ujar Deddy, Rabu (2/5).
Menurut Deddy, jumlah pembangkit listrik berbahan baku batubara di Asia justru bertambah dari tahun lalu yang baru sekitar 50%. Di Korea Selatan juga sedang terjadi offline pada 40% pembangkit listrik bertenaga nuklir. Akibatnya, penggunaan batubara jadi semakin bertambah.
Sementara dari China, ada sentimen positif pasca dirilisnya data PMI Manufaktur Caixin yang berada di level 51,5, atau lebih tinggi dari ekspektasi di level 50,9. "Kenaikan indeks tersebut menunjukkan perkembangan aktivitas industri dan pabrik yang kemudian dapat mendorong naik harga komoditas," papar Deddy.
Tingginya kebutuhan batubara juga terlihat di India. Pada April lalu, produksi batubaranya naik 17% menjadi 44,84 juta ton. Begitu pula dengan pengiriman batubara yang naik 12,5% menjadi 50,97 juta ton. Deddy menilai, hal ini wajar terjadi lantaran India perlu memenuhi kebutuhan batubara domestik yang tinggi. "India tentu saja lebih baik memaksimalkan kapasitas produksi dalam negeri, ketimbang harus impor dari negara produsen lain," ujarnya.
Wahyu Tribowo Laksono, analis Central Capital Futures, berpendapat, harga batubara juga mendapat sokongan dari tren harga minyak mentah masih tinggi. Selain itu, ia juga cukup optimistis tingkat permintaan dari China masih akan stabil.
"Meskipun China tengah mengupayakan kebijakan ramah lingkungan dan mengalihkan bahan baku, prosesnya masih butuh waktu panjang," imbuh Wahyu.
Wahyu memproyeksi, saat ini harga batubara sedang kembali mencoba menembus level tertinggi baru di US$ 102-US$ 104 per metrik ton. "Namun, dengan kondisi dollar Amerika Serikat yang masih tinggi, tampaknya level tersebut akan susah dicapai," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News