Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah cukup tertekan pada sembilan bulan pertama tahun ini, PT Adaro Energy Tbk (ADRO) diperkirakan akan memiliki prospek yang lebih baik ke depan. Pada periode Januari-September 2020, pendapatan ADRO baru sebesar US$ 1,95 miliar atau turun 26,4% secara year on year (yoy). Adapun untuk laba bersih ADRO sebesar US$ 120 juta atau turun 72,4% yoy pada periode yang sama.
Para analis sepakat salah satu katalis positif yang berpeluang mendongkrak kinerja ADRO adalah membaiknya harga batubara. Analis MNC Sekuritas Catherina Vincentia mengatakan, menjelang musim dingin, secara historikal permintaan batubara akan meningkat. Oleh sebab itu, ia memperkirakan harga batubara pun akan ikut terkerek naik ke depannya.
Sementara analis Samuel Sekuritas Dessy Lapagu juga sepakat bahwa permintaan terhadap batubara memang meningkat. Apalagi, ADRO yang punya mayoritas eksposur ekspor ke ASEAN dan Asia Timur akan paling diuntungkan dengan membaiknya permintaan.
“Ekspor ADRO ke ASEAN dan Asia Timur termasuk China, jumlahnya bisa sampai 60% market share, maka kenaikan demand yang terjadi di China pada kuartal keempat 2020 akan berdampak positif terhadap ADRO. Apalagi jika tahun depan negara-negara tersebut ekonominya sudah mulai pulih, maka coal demand diharapkan juga bisa kembali naik dan harga batubara tetap tinggi,” kata Dessy kepada Kontan.co.id, Kamis (19/11).
Baca Juga: Kinerja operasional membaik, saham Adaro Energy (ADRO) direkomendasikan beli
Catherina menambahkan, katalis positif lain bagi ADRO datang dari aturan Undang-Undang Omnibus Law. Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa perusahaan batubara yang sudah melakukan hilirisasi. Catherine menyebutkan, ADRO akan jadi yang paling diuntungkan dalam aturan tersebut karena menjadi perusahaan dengan pembangkit listrik terbesar dan sedang dalam ke arah melakukan hilirisasi dan mendiversifikasi bisnis mereka.
“ADRO memang sedang dalam tahap feasibility study untuk gasifikasi, namun penjelasan terbaru dari Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional bahwa ADRO akan menjadi salah satu perusahaan yang menjalankan gasifikasi dengan kapasitas 1,4 juta ton per tahun. Maka ini akan menjadi tambahan katalis bagi ADRO,” jelas Catherina.
Baca Juga: Simak rekomendasi saham emiten batubara di tengah penurunan kinerja
Di satu sisi, Catherina menilai, katalis negatif yang mungkin membayangi ADRO adalah semakin tumbuhnya kesadaran para investor global terhadap investasi berbasis environment, social, governance (ESG). Menurut dia, hal tersebut berpotensi menjadi ancaman terhadap pergerakan saham ADRO secara jangka panjang.
Sedangkan menurut Dessy, kebijakan pemerintah yang berhak menciutkan area tambang berdasarkan evaluasi Rencana Penambangan Seluruh Wilayah Pertambangan (RPSWP) yang termaktub dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara berpotensi memberi dampak terhadap ADRO.
Asal tahu saja, pemerintah baru saja menciutkan area tambang PT Arutmin Indonesia sebesar 40,1% setelah status Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) perusahaan itu berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sementara, ADRO saat ini sedang menyiapkan perpanjangan kontrak pertambangan setelah PKP2B ADRO bakal habis beberapa waktu mendatang.
Mengutip laporan keuangan perusahaan, ADRO mengantongi PKP2B melalui anak usahanya, Adaro Indonesia pada 1 Oktober 1992 dengan masa kontrak penambangan selama 30 tahun. Sehingga, izin ini akan berakhir pada 2022 mendatang.
Baca Juga: Kinerja mayoritas emiten batubara melemah di kuartal ketiga
“Kemungkinan besar ADRO akan terdampak karena aturan ini berlaku untuk setiap produsen yang melakukan perpanjangan. Pemotongan dilakukan pada wilayah tambang, sementara wilayah office building atau administrasi yang bukan wilayah eksplorasi masih dapat dipertahankan,” ujar Dessy.
Kendati demikian, Dessy masih tetap merekomendasikan untuk beli saham ADRO dengan target harga Rp 1.600. Namun, dia menyebut, target harga tersebut kemungkinan besar akan diubah dengan memasukkan faktor kinerja periode Januari-September 2020 serta proyeksi harga batubara untuk 2021.
Sementara Catherina juga merekomendasikan beli dengan target harga Rp 1.310 per saham. Adapun saham ADRO pada perdagangan hari ini, Kamis (19/11) diperdagangkan menguat 4,20% ke Rp 1.240 per saham.
Baca Juga: Arutmin dapat IUPK, Adaro (ADRO) segera ajukan perpanjangan operasi di tahun depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News