Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kondisi pasar modal yang lesu justru memicu sejumlah investor melakukan akumulasi saham. Tak cuma investor ritel, investor institusi juga menambah kepemilikan mereka di beberapa emiten.
PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), misalnya, meningkatkan kepemilikan langsungnya di Indofood Agri Resources Ltd (IndoAgri) dari 1,43% menjadi 2,83%. INDF membeli 19,56 juta saham IndoAgri di harga S$ 0,705 per saham. Transaksi ini bernilai S$ 13,79 juta, setara dengan Rp 137,62 miliar.
Saham IndoAgri memang terlihat dalam tren penurunan. Pada 16 Juni, harga saham IndoAgri sempat menyentuh S$ 0,69 per saham.
Sekadar informasi, INDF juga memiliki saham IndoAgri secara tak langsung melalui anak usahanya, Indofood Singapore Holdings Pte Ltd. Sehingga secara keseluruhan, setelah transaksi ini, kepemilikan langsung dan tak langsung INDF di IndoAgri naik dari 61,38% di Mei menjadi 62,78%.
Pada 12 Juni, perusahaan asal Inggris Mondrian Investment Partners Limited membeli saham PT Malindo Feedmill Tbk (MAIN). Mondrian membeli 271.000 saham MAIN di harga Rp 1.784,64 per saham. Kala itu, saham MAIN tutup di Rp 1.785 per saham.
Kepemilikan Mondrian di MAIN terkerek menjadi 6,91%. Sekadar informasi, Mondrian mengapit 5,29% saham MAIN semenjak Januari.
Perusahaan investasi asal Skotlandia, Aberdeen Asset Management Ltd, turut meningkatkan kepemilikannya di PT Astra International Tbk (ASII). Pada 10 Juni 2015, Aberdeen membeli 40,3 juta unit saham ASII dengan di harga Rp 6.884-Rp 6.906 per saham. Dengan transaksi ini, kepemilikan Aberdeen di ASII naik menjadi 7,67%.
Analis First Asia Capital David Sutyanto melihat, ini saat tepat masuk bagi pemodal. Tak hanya di pasar modal Indonesia, bursa Asia lain termasuk Singapura juga tengah melemah.
David menilai, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belum mencapai bottom. Menurut dia, IHSG masih bisa turun ke 4.500. Penyelesaian utang Yunani belum menemui kesepakatan dan kenaikan suku bunga The Fed bisa membuat IHSG semakin lemas.
Dari dalam negeri, David belum melihat keseriusan pemerintah menjalankan berbagai program yang mereka canangkan. Dana belanja pemerintah belum juga terserap. Ini jadi sentimen negatif bagi bursa saham lokal.
David memperkirakan, hampir seluruh kinerja emiten tahun 2015 akan melambat. "Tahun ini berat. Konsumsi memang mengalami sentimen positif di Ramadan dan Lebaran. Tapi setelah itu kembali melambat," ujar dia.
Saat harga saham tengah murah, analis Investa Saran Mandiri Kiswoyo Adi Joe mengungkapkan, dasar aksi belanja pada pengendali ini karena prospek positif emiten. INDF memiliki kinerja yang stabil karena murni produk konsumer.
Pelemahan rupiah cukup terkendali karena bahan baku dan penjualan INDF dilakukan di dalam negeri. Sedangkan David memperkirakan, pendapatan INDF akan stagnan di Rp 63 triliun. Lalu laba akan menurun jadi Rp 3,6 triliun. Maklum, INDF terpukul rugi kurs dan perlambatan konsumsi.
David juga memprediksi, kinerja MAIN bakal buruk sampai akhir tahun nanti. Pada kuartal I-2015, pendapatan MAIN tumbuh 3,7% dari Rp 1,08 triliun menjadi
Rp 1,12 triliun. Namun beban membengkak, menyebabkan MAIN merugi Rp 59,74 miliar. MAIN juga babak belur akibat fluktuasi nilai tukar.
Kiswoyo mengatakan, sektor pakan ternak ayam sebenarnya berprospek positif, karena masyarakat gemar makan ayam. Hanya saja, manajemen dan tata kelola perusahaan MAIN tak bagus.
Sedangkan laba ASII akan turun sekitar 5% hingga 10%. Ini karena konsumsi masyarakat rendah. Menurut David, ASII masih akan bergerak lambat sampai dua tahun. Kiswoyo menilai, ASII berprospek cerah dalam jangka panjang. Kiswoyo merekomendasikan beli INDF dan ASII dengan target masing-masing Rp 9.000 dan Rp 7.500.
Lalu David merekomendasikan hold untuk INDF dan ASII dengan target harga di Rp 7.000. Untuk MAIN, dia menyarankan jual dengan target harga Rp 1.800.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News