Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham yang terkait dengan bisnis kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sejauh ini hanya mampu melesat sesaat. Pendongkraknya masih berupa sentimen jangka pendek, terutama dari kebijakan pemerintah dalam mendukung ekosistem EV di Indonesia.
Seperti pemberian subsidi untuk konversi dan pembelian EV yang sedang berlangsung. Di antaranya menebar insentif berupa potongan harga Rp 7 juta per unit untuk motor listrik, dengan kuota 200.000 unit pada tahun ini.
Namun insentif itu belum mampu mengangkat saham emiten yang punya produk motor listrik. Tengok saja PT Indika Energy Tbk (INDY), PT TBS Energi Utama Tbk (TOBA), PT Gaya Abadi Sempurna Tbk (SLIS), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA), dan PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) yang masih memerah secara year to date (YtD).
CEO Edvisor.id Praska Putrantyo mengamati secara rata-rata, pergerakan saham emiten motor listrik dalam sepekan dan sebulan terakhir mengalami koreksi lebih dari 5%. Menurut Praska, euforia terkait terobosan di bidang EV sudah direspons pelaku pasar pada semester kedua tahun lalu.
Baca Juga: XL Axiata (EXCL) Diramal Bisa Jaga Pertumbuhan Bisnis, Begini Rekomendasi Sahamnya
"Saat ini investor diperkirakan lebih menunggu, sejauh mana realisasi kontribusi bisnis dari kendaraan listrik terhadap kinerja keuangan emiten," kata Praska kepada Kontan.co.id, Minggu (21/5).
Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia Leonardo Lijuwardi punya pandangan serupa. Dia melihat pelaku pasar sudah mem-priced in katalis positif berupa subsidi konversi dan pembelian EV yang diberikan pemerintah.
Sehingga, sentimen terhadap pergerakan harga saham saat ini lebih dominan dari masing-masing bisnis inti. Seperti INDY dan TOBA yang secara sektoral dipengaruhi oleh melandainya harga batubara, serta WIKA yang terseret oleh sentimen negatif pada BUMN karya.
Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas, Martha Christina, mengamini katalis pemberat maupun penggerak saham saat ini berasal dari bisnis inti emiten. Selain saham yang melemah, Martha menyoroti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang belakangan mengalami penguatan lantaran ada perbaikan kinerja.
Faktor penting lainnya, bisnis EV yang dikembangkan oleh mayoritas emiten tersebut masih ada di tahap awal. Sehingga kontribusi terhadap pendapatan dan laba masih mini.
"Perusahaan perlu menunjukkan kinerja dan kontribusi positif terkait bisnis EV ini," kata Martha.
Sementara itu, Kepala Riset FAC Sekuritas Indonesia Wisnu Prambudi Wibowo, mengamati investor juga mempertimbangkan volatilitas pasar. Ketika masih berfluktuasi kencang, investor cenderung memilih saham-saham defensif ketimbang yang bergerak oleh sentimen sesaat, seperti saham emiten EV.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Chisty Maryani menyoroti pemberian insentif konversi dan pembelian EV dari pemerintah sempat membuat sejumlah saham menguat cukup signifikan. Hanya saja, sentimen tersebut memang baru menjadi momentum sesaat.
Di samping bisnis EV belum menjadi kontributor utama pendapatan emiten, permintaan kendaraan listrik di dalam negeri pun sejauh ini belum terlalu besar. Meski begitu, Chisty optimistis prospek industri kendaraan listrik akan positif, sejalan dengan perkembangan pasar dan teknologi.
Prospek itu turut ditopang oleh komitmen pemerintah terkait target energi bersih dan industri ekosistem EV dalam negeri. Sehingga, Chisty memandang saham-saham emiten di bisnis komponen kendaraan listrik pun menarik dilirik.
Baca Juga: Kinerja Emiten Semen Diproyeksi Melaju di Semester II-2023, Cek Rekomendasi Sahamnya
Rekomendasi Saham
Pada segmen EV ini, Chisty menjagokan saham INDY dan PT Dharma Polimetal Tbk (DRMA). Rekomendasinya, buy on weakness INDY dengan support di Rp 1.860 dan resistance di Rp 2.160 sertia cutloss jika menembus Rp 1.800.
Lalu, speculative buy untuk saham DRMA dengan support di Rp 1.000 dan resistance di Rp 1.200 serta cutloss jika menembus Rp 890].
Praska menimpali, prospek kinerja emiten EV berpeluang tumbuh, tapi belum signifikan. Pergerakan sahamnya diperkirakan masih konsolidasi, lantaran investor masih mencermati kinerja keuangan emiten, setidaknya pada semester I-2023.
Saran Praska, wait and see terlebih dulu. Namun, pelaku pasar bisa mencermati saham INDY dan PT Sepeda Bersama Indonesia Tbk (BIKE). Sementara itu, Wisnu dan Leonardo punya analisa dan saran yang sama, wait and see terlebih dulu untuk saham di bisnis EV.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News