Reporter: Adisti Dini Indreswari | Editor: Rizki Caturini
Nama Grup Salim sudah terkenal sebagai konglomerasi bisnis di Indonesia. Grup usaha ini juga termasuk yang bisa bangkit dan melalui sejumlah krisis.
Sekadar berkilas balik, rekam jejak Grup Salim tak bisa lepas dari pendirinya, mendiang Liem Sioe Liong atau Sudono Salim. Sudono merintis bisnis sebagai pemasok cengkih ketika pertama kali menginjakkan kaki ke Indonesia, tahun 1936.
Bukan rahasia lagi, Sudono kenal dekat dengan mantan Presiden Soeharto. Perkenalannya dengan Soeharto dimulai saat Sudono memasok kebutuhan tentara di bawah komando Soeharto. Kedekatannya berlanjut hingga Soeharto menjadi presiden pada masa Orde Baru.
Era itulah ia membangun kerajaan bisnis. Di bidang keuangan, misalnya, ia mendirikan Bank Central Asia (BCA). Bersama rekan-rekannya, yaitu Djuhar Sutanto, Sudwikatmono, dan Ibrahim Risjad, Sudono mendirikan pabrik tepung terigu Bogasari. Nantinya, empat sekawan itu lebih dikenal sebagai The Gangs of Four.
Ekspansi bisnis Grup Salim terus dikebut pada masa itu. Ia masuk perkebunan, otomotif, semen, ritel, sampai makanan. Dengan perkiraan aset sekitar US$ 20 miliar dengan ratusan anak usaha, Grup Salim menjadi konglomerasi terkuat di Indonesia di zamannya.
Namun, krisis ekonomi tahun 1997 memorakporandakan Grup Salim. Rumah Sudono tak luput dari kerusuhan massa pada saat itu. Ia terpaksa pindah ke Singapura hingga tutup usia.
Berbekal mi dan tepung
Sejak itu pula, putra ketiganya, yaitu Anthoni Salim, mengambil alih kendali Grup Salim. Dengan utang mencapai US$ 4,8 miliar, satu per satu Anthoni menjalankan restrukturisasi bisnis, dan membereskan utang yang baru tuntas tahun 2004.
Lewat restrukturisasi, grup ini melepas kepemilikan saham mayoritas sejumlah anak usaha. Misalnya melepas BCA, PT Indomobil Sukses International Tbk, dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Namun Anthoni tetap mempertahankan PT Indofood Sukses Makmur Tbk, produsen mi instan, serta pabrikan tepung terigu Bogasari.
Nah, berbekal bisnis mi instan dan terigu, Anthoni membangun lagi puing-puing bisnis Grup Salim. Boleh dibilang, itulah keputusan paling krusial bagi Anthoni. Tak hanya menyelamatkan dan mengembalikan kejayaan Grup Salim, bisnis mi instan dan tepung terigu bahkan kini menjadi yang terbesar di dunia.
Salah satu strategi Grup Salim memperbesar Indofood pada saat baru bangkit adalah menggandeng perusahaan makanan Swiss, Nestle SA. Keduanya membentuk usaha patungan bernama PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia.
Berbarengan dengan itu, pelan tapi pasti, Indofood mengintegrasikan bisnis dari hulu hingga ke hilir. Usai membeli Bogasari, Indofood mengakuisisi beberapa bisnis kelapa sawit lewat PT Salim Ivomas Pratama Tbk.
Bisnisnya juga diperluas ke bidang lain, seperti susu, air minum, makanan, dan sayuran. Yang terang, kini, Indofood menguasai bisnis produk olahan berbasis terigu, makanan dan minuman, perkebunan, bumbu masak, minyak goreng, sayuran, ritel hingga perdagangan.
Selain penambahan lini usaha, area jelajah Grup Salim seturut meluas. Kini tonggak bisnisnya menancap kuat di berbagai negara. Di China, Afrika, Filipina, Brasil maupun Australia.
Tak heran, dari tahun pundi-pundi Grup Salim terus berisi. Paruh pertama tahun ini, sebagai contoh, Indofood mencatatkan penjualan Rp 34,08 triliun dan laba bersih Rp 2,23 triliun. "Pencapaian kinerja yang baik ini diraih berkat ketangguhan model bisnis kami," ujar Anthoni, beberapa waktu lalu.
Dua dekade pasca krisis, Grup Salim sudah pulih 100%. Nyaris tak tampak lagi bekas pukulan krisis ekonomi, bahkan lebih besar ketimbang era kejayaannya sebelum krisis. Kini, satu pekerjaan rumah tersisa bagi sang taipan; menyiapkan regenerasi di tubuh Grup Salim.
Regenerasi bisnis
Lebih dari empat dekade perjalanan Grup Salim, lantas siapakah calon penerusnya? Nama Axton Salim, putra Anthoni Salim, santer disebut bakal menjadi putra mahkota Grup Salim.
Hal tersebut pun diakui Franciscus Welirang, salah satu Direktur Indofood sekaligus menantu Sudono Salim. "Sekarang yang sering jalan dengan ayahnya ya Axton," ujar Franciscus.
Axton yang masih berusia kepala tiga mengawali kariernya di Grup Salim sebagai Brand Manager PT Indofood Fritolay Makmur. Saat ini, dia menduduki kursi direktur di sejumlah anak usaha Grup Salim. Misalnya, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Indolakto, PT Indofood Asahi Sukses Beverage, dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk yang membawahi Divisi Susu.
Nama Axton juga tercatat sebagai Komisaris PT Salim Ivomas Pratama Tbk, PT Perusahaan Perkebunan London Sumatera Indonesia Tbk, dan PT Nestle Indofood Citarasa Indonesia.
Seperti rata-rata putra pengusaha besar lainnya, sebelum bergabung dengan perusahaan orang tuanya, mereka sudah dipersiapkan sejak kecil. Contohnya bersekolah di luar negeri.
Saat ini, Axton merupakan pemegang gelar Bachelor of Science Business Administration dari University of Colorado, Amerika.
Setelah meraih gelar tersebut, Axton tidak langsung bergabung dengan orang tuanya. Ia memulai kariernya di Credit Suisse Singapore. Baru pada 2004, ia bergabung ke Indofood.
Tahun 2016 ini, Indofood yakin bisnisnya bakal terus berkembang seiring dengan kondisi makro ekonomi yang lebih baik. "Kami akan terus berupaya meraih pertumbuhan, baik secara organik maupun anorganik, serta mempertahankan posisi keuangan yang sehat," kata Anthoni.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News