Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten penerbangan pelat merah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akan menerbitkan obligasi wajib konversi (OWK) alias mandatory convertible bond (MCB) dengan nilai maksimal Rp 8,5 triliun.
Obligasi ini akan memiliki tenor selama 7 tahun yang wajib dikonversi menjadi saham baru melalui mekanisme PMTHMETD alias private placement. Obligasi tersebut merupakan kelanjutan rencana pengucuran dana talangan sebesar Rp 8,5 triliun dari pemerintah Indonesia.
Analis Artha Sekuritas, Nugroho Rahmat Fitriyanto menilai, penerbitan OWK tersebut akan memberikan dampak positif untuk perusahaan. Dengan demikian, sambungnya, GIAA mendapat bantuan likuiditas yang memang sangat dibutuhkan perusahaan untuk menghadapi masa sulit seperti saat ini sembari menunggu pandemi usai.
Baca Juga: Tahun depan, Pratama Widya (PTPW) fokus bidik proyek infrastruktur
Terlebih, saat ini kondisi keuangan GIAA berada dalam kondisi financial distress yang ditandai dengan nilai ekuitas yang negatif. Pada akhir semester pertama 2020, total ekuitas Garuda mencapai minus US$ 80,77 juta. Ekuitas negatif ini terjadi karena adanya saldo rugi yang belum dicadangkan sebesar US$ 1,45 miliar dan ekuitas yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk minus US$ 88,12 juta.
Dari segi kinerja, per Agustus 2020 GIAA mencatat perbaikan penumpang, yang mana per Agustus tercatat 571 ribu penumpang atau naik 55% MoM, layanan cargo juga meningkat 6% MoM, dan revenue passenger kilometres (RPK) juga naik 39% MoM.
Namun demikian jika dilihat dari tingkat keterisian masih minim dimana SLF ada di 33%. Tingkat produksi GIAA yang dilihat dari availability seat kilometres (ASK) juga mengalami peningkatan di 24% MoM, namun hal ini masih sangat jauh dari performa tahun 2019 lalu atau hanya 35% dari kapasitas normal di 2019.
Dengan kondisi operasional yang demikian, Riyan melihat ada perbaikan kinerja dari GIAA, namun masih cukup jauh dari kondisi normal. "Pemulihan kinerja operasional GIAA paling cepat saya rasa ada di awal 2022, itu asumsi terbaiknya dimana vaksin sudah terdistribusi dengan rata dan jumlah kasus Covid terkonfirmasi positif harian sudah turun drastis," ungkapnya ketika dihubungi Kontan, Kamis (15/10).
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) menyatakan siap ikut lelang operator Pelabuhan Patimban
Untuk saat ini, ia menyarankan agar baiknya investor wait and see terlebih dahulu untuk GIAA. Adapun hal penting yang perlu dipantau adalah recovery penumpang yang dibawa per bulan karena ini yang mengindikasikan kenaikan atau penurunan permintaan dari masyarakat terhadap transportasi udara.
Pada penutupan perdagangan Kamis (15/10) saham GIAA melesat 2,5% ke harga Rp 246 per saham.
Selanjutnya: Terimbas pandemi, Cottonindo Ariesta (KPAS) revisi target penjualan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News