Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana restrukturisasi utang Grup Bakrie kembali menghadapi cobaan. Saat proses restrukturisasi berlangsung, gejolak kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) kembali terjadi.
Saat ini, total utang PT Bakrie & Brothers Tbk (BNBR) yang direstrukturisasi sebesar US$ 747 juta. Dengan rincian utang senilai US$ 218 juta ke Mitsubishi Corporation RtM Japan Ltd sudah selesai direstrukturisasi. Sisanya, US$ 121 juta kepada Eurofa Capital Investment dan US$ 408 juta ke Glencore International AG masih dalam proses restrukturisasi.
Direktur Keuangan BNBR Amri Aswono Putro mengatakan, tahun ini gejolak kurs masih terasa untuk beberapa utang. "Selain utang ke Mitsubishi masih ada pengaruh kurs," ujar Amri.
Pada paparan publik beberapa waktu lalu, BNBR menyebut, utang ke Glencore dalam mata uang rupiah sebesar Rp 5,7 triliun. Dan utang ke Eurofa Capital sebanyak Rp 1,6 triliun.
Namun, jika mengacu pada kurs Rp 14.347 per dollar AS, Rabu ini (4/7), nilai utang kepada Eurofa naik menjadi Rp 1,7 triliun. Dan utang pada Glencore menjadi Rp 5,8 triliun.
Meski begitu, BNBR tak berupaya melakukan hedging alias lindung nilai terhadap utang-utangnya. Amri menilai, upaya lindung nilai bisa memakan biaya sebesar 3% sampai 4% per tahun. "Lebih baik dana untuk hedging dipergunakan untuk investasi atau modal kerja yang produktif," kata dia.
BNBR berharap, dengan upaya restrukturisasi ini dampak pelemahan rupiah tak lagi menggerus kinerja keuangan perusahaan. Amri juga mengatakan, tak ada rencana perubahan skema restrukturisasi.
Begitu juga dengan PT Bakrie Telecom Tbk (BTEL). Anak usaha Grup Bakrie yang bergerak di bidang telekomunikasi ini juga tengah merampungkan proses restrukturisasinya. Berdasarkan laporan keuangan tahun 2017, total kewajiban BTEL mencapai Rp 14,87 triliun.
Direktur Utama BTEL Robertus Bismarka menyebut, total utang yang akan direstrukturisasi tahun ini sebesar Rp 11 triliun dari 580 kreditur. "Kenaikan dollar AS ada pengaruhnya terhadap pelaksanaan restrukturisasi utang BTEL untuk porsi yang dicicil secara tunai," kata Robertus tanpa merinci besar nilainya.
Namun, untungnya mayoritas restrukturiasi utang BTEL lewat penerbitan mandatory convertible bonds (MCB) telah menggunakan kurs Rp 12.138 per dollar AS.
Catatan saja, proses restrukturisasi utang BTEL berjalan sejak 2014 lewat proses PKPU. Hasil keputusan PKPU mencakup penyelesaian utang secara cicilan tunai (porsi tunai) dan penerbitan MCB atau obligasi wajib konversi (OWK) yang dapat dikonversi menjadi saham BTEL.
Robertus menambahkan, porsi cicilan tunai dapat dibayar sesuai kemampuan perusahaan dengan tenor yang dapat diperpanjang hingga 10 tahun. "Selanjutnya, apabila diperlukan perusahaan dapat menerapkan hedging terhadap utang dalam dollar AS," kata Robertus.
Sama halnya dengan sang induk, BTEL juga tak berencana mengubah skema restrukturisasi utangnya, karena sudah diatur dalam PKPU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News