Reporter: Arvin Nugroho | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan obligasi korporasi sepanjang kuartal I-2020 mengalami penurunan. Ketidakpastian pasar akibat penyebaran virus corona disinyalir menjadi faktor utama penurunan penerbitan obligasi korporasi.
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana mengatakan, pada kuartal I perusahaan cenderung wait and see dengan kondisi pasar. Alhasil, perusahaan pun memilih untuk menahan diri dalam menerbitkan obligasi.
Hal ini tak terlepas dari merebaknya virus corona di Indonesia dan global yang terjadi mulai awal Maret lalu. Imbasnya, yield surat utang meningkat. Tekanan tambahan datang dari nilai tukar rupiah yang terus melemah dan meningkatnya risiko cashflow sejumlah perusahaan.
Baca Juga: Ini Reksadana yang Mencetak Kinerja Positif Saat Pasar Modal Bergerak Negatif
Pefindo mencatat, dalam tiga bulan pertama tahun ini, hanya 17 emiten yang menerbitkan obligasi korporasi. Jumlah itu lebih rendah dibandingkan tahun 2019, di mana terdapat 24 emiten.
Dari nilai penerbitan pun juga mengalami penurunan. Pada periode Januari-Maret 2020, nilai yang diterbitkan hanya mencapai Rp 20,02 triliun. Sedangkan, pada kuartal I-2019, tercatat sebesar Rp 25,55 triliun.
“Perusahaan lebih memilih wait and see seiring dengan penyebaran virus corona,” kata Fikri kepada Kontan.co.id.
Fikri memprediksi, pada kuartal II-2020, sejumlah perusahaan masih wait and see. Korporasi pun masih memantau perkembangan kondisi perekonomian dan cashflow perusahaan hingga kuartal II berakhir.
Kebijakan pemerintah dalam memberikan stimulus baru juga menjadi pertimbangan perusahaan untuk menerbitkan surat utang.
Baca Juga: Ini yield dan tenor yang menarik agar Pandemic Bond dilirik
Kendati demikian, Fikri menilai penerbitan obligasi korporasi akan mengalami peningkatan dari segi jumlah dibanding kuartal I 2020. Itu tak terlepas dari utang jatuh tempo yang terbilang masih cukup besar di periode April-Juni ini.
Sebagai informasi, INDOBeX mencatat investasi obligasi korporasi mencetak total return sebesar 8,37% secara year on year. Angka itu lebih tinggi jika dibandingkan Surat Utang Negara yang hanya mencetak total return sebesar 5,61% secara year on year.
Berkaca dari hal itu, Fikri melihat prospek keduanya masih menarik, terlebih dari sisi harga yang cukup kompetitif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News