Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Yudho Winarto
Oleh karena itu, untuk sementara ini Syahriel mengatakan produktivitas SQMI mungkin bisa dilihat dari pertumbuhan kapasitas persediaan emasnya, bukan dari penjualan. Karena penjualan secara jumlah dan nilai tidaklah signifikan.
Baca Juga: Kinerja Renuka Coalindo tahun lalu belum tersulut harga batubara
Sementara itu, ia mengatakan SQMI belum memiliki rencana bisnis lainnya dalam waktu dekat ini selain pengoperasian tambang emas.
Analis Samuel Sekuritas Indonesia Dessy Lapagu menilai, peralihan bisnis SQMI menjadi produsen emas merupakan strategi yang tepat. Sebab, saat ini harga komoditas emas sedang dalam tren dan digandrungi sebagai safe haven di pasar global.
Ia melihat, keberadaan pabrik emas ini mampu mendorong kinerja keuangan perusahaan. Akan tetapi, ia mengaku belum bisa memproyeksikan performa dari pabrik emas tersebut.
Baca Juga: Renuka berharap bisa ekspor di kuartal I 2018
“Karena secara historis bisnis emas ini baru mulai dan beroperasi pada 2020 mendatang,” ujar Dessy.
Jika menilik kinerja SQMI, pada semester I 2019 emiten ini tidak mencatatkan pendapatan sama sekali. Hingga kuartal III 2019 pun SQMI masih nihil pendapatan.
Hal inilah yang kemudian membuat Bursa Efek Indonesia (BEI) memutuskan untuk menghentikan sementara (mensupensi) perdagangan saham SQMI pada 30 September 2019.
Baca Juga: Izin perdagangan Renuka masih tersandera BKPM
Namun, pada Rabu (9/10), SQMI menerbitkan dua laporan keuangan. Laporan keuangan pertama adalah periode per September 2019, di mana dalam laporan keuangan tersebut SMQI tidak mencatatkan pendapatan.
Padahal pada periode yang sama tahun sebelumnya, SMQI mampu membukukan pendapatan sebesar Rp 4,32 miliar.
Sementara pada laporan keuangan yang tidak diaudit per tanggal 4 Oktober 2019, SQMI mencatat pendapatan sebesar Rp 2,31 miliar. Pendapatan tersebut berasal dari penjualan emas kepada PT Indah Golden Signature.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News