Reporter: Namira Daufina | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Mengutip Bloomberg, Jumat (31/3) harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange tergerus 1,08% ke level US$ 10.025 per metrik ton dibanding hari sebelumnya. Namun sejak akhir tahun 2016 harga nikel tercatat naik tipis 0,04%.
Wahyu Tribowo Laksono, Analis PT Central Capital Futures menjelaskan kenaikan tipis harga nikel sejak akhir tahun 2016 lalu terjadi karena masih tingginya kekhawatiran pasar mengenai gangguan produksi di Filipina. Rencana pemerintah Filipina untuk memberhentikan produksi dari produsen tambang nikel yang tidak sesuai dengan aturan lingkungan yang ada membuat pasar menduga akan terjadi defisit pasokan global.
Bahkan Macquarie memperkirakan penutupan tambang-tambang di Nikel akan menghambat ekspor Filipina ke China sebanyak 70.000 ton sepanjang tahun 2017 ini. Memang sampai akhir Februari 2017 lalu pemerintah Filipina sudah menutup 28 dari total 41 produsen nikel. Faktor ini pula yang pada 20 Februari 2017 lalu harga nikel berhasil mencatatkan kenaikan ke level tertingginya sejak Desember 2016 di US$ 11.150 per metrik ton.
“Jadi wajar terjadi kenaikan terbatas. Hanya saja kenaikan suku bunga The Fed sebesar 25 bps pada FOMC Maret 2017 lalu sempat menjadi batu ganjalan bagi pergerakan harga,” jelas Wahyu. Belum lagi ditambah dengan penerbitan artikel 50 pemisahan antara Britania Raya dan Uni Eropa memicu kecemasan global yang meningkat. Efeknya pelaku pasar menghindari aset berisiko seperti komoditas termasuk nikel.
Meski demikian, memandang pergerakan sepanjang kuartal dua 2017 ini Wahyu menilai kans harga nikel untuk pertahankan kenaikan tetap terbuka. Walau memang rentangnya akan tetap sempit. Nantinya keputusan The Fed pada FOMC Juni 2017 akan ikut menentukan. Jika suku bunga naik lagi bukan tidak mungkin level terendah sejak Juni 2016 yang dicapai pada 26 Januari 2017 lalu di US$ 9.410 tersentuh lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News