kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Forsa menuntut hukuman berat terhadap mantan direski AISA


Rabu, 02 Juni 2021 / 22:07 WIB
Forsa menuntut hukuman berat terhadap mantan direski AISA


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Forum Investor Retail AISA (Forsa) menuntut hukuman seberat-beratnya kepada mantan pejabat PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) yakni Joko Mogoginta dan Budhi Istanto Suwito. Sebagai investor retail, Forsa merasa telah dibohongi kedua pihak tersebut hingga menimbulkan rugi yang tidak sedikit.

Hal ini disampaikan Forsa mengingat saat ini proses persidangan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sudah mendekati Putusan. Joko dan Budhi didakwa dengan UU 8/1995 tentang Pasar Modal karena melakukan manipulasi laporan Keuangan Tahun 2017.

Di mana keduanya, diindikasikan menyembunyikan fakta material mengenai perusahaan distributor yang terafiliasi. Selama bertahun-tahun, perusahaan distribusi yang terafiliasi dengan Joko dan Budhi itu ditulis sebagai pihak ketiga.

“Semoga Jaksa dan Hakim jeli melihat ini. Kalau tidak sengaja itu hanya sekali dilakukan, jika sudah berkali-kali itu namanya sudah pattern (pola). Oleh karena itu kami berharap Jaksa dan Hakim dapat memberikan hukuman seberat-beratnya. Kalau perlu hukuman seumur hidup agar memiliki efek jera atas kejahatan tindak pidana pasar modal yang bisa berdampak sistemik” ujar Ketua Forsa Deni Alfianto dalam keterangan resminya, Rabu (2/6).

Baca Juga: Mantan direksi AISA lempar tanggung jawab, ini kata investor ritel

Forsa menilai kejahatan yang dilakukan Joko dan Budhi ibarat menjual logam kuningan seharga emas.

Sebab rasio harga saham terhadap nilai buku perusahaan atau price book value (PBV) atas laporan keuangan 2017 yang setelah diaudit investigasi dan laporan keuangan di re-started oleh manajemen baru ternyata sebenarnya adalah – Rp120,00/saham (minus 120 per saham) atau negative equity.

Artinya, selama ini nilai buku perusahaan disulap oleh Joko dan Budhi saat menjabat sebagai Direksi di kisaran Rp1.300 sampai Rp1.500 per saham.

Dengan nilai buku yang sebenarnya negatif itu, artinya semua investor yang membeli saham AISA sebelum disuspensi pada Juli 2018 lalu tertipu mentah-mentah oleh Direksi AISA kala itu.

Selain itu, miss management telah mengakibatkan bisnis beras AISA jatuh bangkrut. Alhasil, FORSA mengungkapkan kalau kondisi tersebut telah merugikan berbagai pihak.

“Bayangkan, gara-gara bisnis beras pailit akibat pengelolaan kedua terdakwa itu, kerugian pemegang obligasi yang mulai dari pensiunan sampai bank-bank besar itu kalau ditotal bisa lebih dari Rp 1 triliun. Kalau masalah pelaporan keuangan ini prudent, tidak mungkin investor bisa kecolongan membeli saham maupun membeli obligasi AISA.”

Untuk itu Forsa berharap regulator, dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lebih serius dalam melihat dan menangani kasus ini. “Masalah penipuan laporan keuangan ini bukan se-simple soal administratif saja,” katanya.

Oleh karena itu, Forsa mengharapkan tuntutan terhadap indikasi kejahatan pasar modal yang dilakukan oleh kedua mantan petinggi AISA dapat dijatuhi hukuman maksimal. Pertama, korban yang tertipu jumlahnya sangat masif, mulai dari orang kecil sampai institusi besar.

Kedua, disuspensinya saham AISA selama hampir tiga tahun lantaran miss management, telah menimbulkan dampak psikis dan traumatik pada investor pasar modal, khususnya investor AISA. Hal tersebut juga turut merugikan citra capital market Indonesia dan menjadi persoalan serius.

Baca Juga: Saksi ungkap fakta baru di sidang mantan direksi AISA

Ketiga, indikasi kejahatan pasar modal seperti ini jangan sampai menimbulkan moral hazard. Jika diabaikan, Forsa memandang kalau regulator cenderung membiarkan pihak-pihak yang tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab untuk membuat laporan kepada institusi seperti OJK.

“Kalau laporan yang memiliki konsekuensi serius seperti laporan keuangan dianggap enteng, investor mau percaya kepada data apalagi?” tambah Deni.

Di samping itu, Forsa melihat selama persidangan terdakwa tidak ada rasa penyesalan dan malah cenderung mengaburkan fakta dan mengingkari kenyataan.

“Beliau punya saham AISA, menikmati gaji dari AISA, sudah begitu piutang perusahaan afiliasi miliknya juga digelembungkan, banyak sekali keuntungan pribadinya,” kata Deni.

Oleh karena itu Forsa berharap pemerintah dan regulator bisa menanggapi serius indikasi kejahatan yang dilakukan kedua mantan pejabat AISA.

“Minimal, keduanya bisa dijatuhi hukuman penjara 15 tahun. Keduanya juga diharapkan dikenakan denda maksimal Rp 250 miliar. Paling tidak denda itu akan membantu pemasukan negara untuk mengatasi pandemi ini,” pungkas Deni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×