Reporter: Cindy Silviana Sukma | Editor: Edy Can
JAKARTA. Sektor ritel modern akan menghadapi tantangan besar. Lembaga pemeringkat utang, Fitch Ratings mengatakan, salah satu hambatan terbesar bagi sektor ritel modern adalah kebijakan pemerintah.
"Kebijakan pemerintah daerah yang berbeda-beda memiliki aturan dan ketentuan sendiri untuk mendirikan ritel," ujar Erlin Salim, Analis Fitch Indonesia kepada KONTAN, Selasa (26/8).
Tak heran apabila Fitch memprediksikan, pertumbuhan sektor ritel modern ini akan melambat. Selain karena aturan, ruang ekspansi di beberapa kawasan sudah mulai sesak. Contohnya di kawasan Jabodetabek.
Di sisi lain, perkembangan sektor ritel di daerah juga tidak tinggi lantaran daya beli masyarakat masih rendah dibandingkan kota-kota besar. "Sehingga peritel tak akan terlalu ekspansif ke depannya," katanya.
Saat ini, penetrasi ritel modern di Indonesia hanya 14%,paling rendah dibandingkan negara tetangga, seperti Filipina di 25%, dan Malaysia di 53%.
Erlin memproyeksikan, pertumbuhan sektor peritel modern akan tumbuh di bawah 10% pada tahun mendatang. Angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan di tiga tahun terakhir yang meningkat di kisaran 10%-15% per tahun.
Menurut Fitch, sektor ritel modern termasuk convenience stores seperti 7-Eleven, minimarket seperti Alfamart, dan hypermart seperti Hypermart atau Carrefour tumbuh lebih cepat dibandingkan pedagang tradisional selama lima tahun terakhir. Akan tetapi, Fitch menghitung kontribusi terhadap seluruh industri ritel tak berubah di kisaran 20%.
Fitch sendiri memberikan peringkat AA- dengan outlook stabil bagi PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) dan B+ dengan outlook stabil bagi PT Multipolar Tbk (MLPL).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News