Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sekarang sudah bukan era kejayaan Non Fungible Token (NFT) lagi. Sebagian besar aset NFT saat ini sudah tidak ada harganya.
Berdasarkan laporan platform kripto dappGambl berjudul Dead NFTs: The Evolving Landscape of the NFT Market, dari sekitar 73,257 koleksi NFT yang diidentifikasi, sekitar 69,795 diantaranya memiliki kapitalisasi pasar 0 Ether (ETH).
Ini berarti 95% orang yang memiliki koleksi NFT memiliki investasi yang tidak berharga. Angka tersebut memperkirakan bahwa dari 95% aset itu mencakup lebih dari 23 juta orang yang mengantongi investasi dengan harga nol rupiah.
Co-founder CryptoWatch dan Pengelola Channel Duit Pintar, Christopher Tahir melihat fenomena ini wajar adanya karena banyak investor yang terjebak dari booming NFT. Aset digital yang belum jelas kegunaan dan manfaatnya ini dibuat seakan-akan memiliki nilai yang bisa membawa NFT tersebut.
Baca Juga: Bitcoin Punya Potensi untuk Bangkit pada Bulan Depan, Ini Alasannya
“Janji NFT untuk bisa ini dan itu akhirnya belum ada yang terealisasi, sehingga akhirnya orang-orang meninggalkannya. Belum lagi fungsi yang dijanjikan juga cenderung bukan kebutuhan yang primer, masih cenderung tersier,” kata Christopher kepada Kontan.co.id, Kamis (28/9).
Christopher mengamati, banyak proyek yang harganya dulunya mencapai puluhan bahkan ratusan miliar, saat ini harganya sudah hampir nol. Penurunan drastis harga Bored Ape Yacht Club (BAYC), Cryptokitties, hingga aset NFT yang sempat populer di Indonesia seperti Ghozali Everyday mencerminkan redupnya industri ini.
Jika melihat pantauan harga dari Opensea, rata-rata harga aset NFT yang dimiliki kreator bernama Ghozali tersebut saat ini sudah turun sekitar 84% menjadi 0.0444 ETH, dibandingkan rata-rata harga tertingginya pada 0.3096 ETH di awal Januari 2022 silam.
Menurut Christopher, nilai NFT baru akan benar-benar dihargai sampai NFT akhirnya digunakan untuk hal yang lebih bermanfaat. Apabila kegunaan NFT masih bukan untuk yang hal-hal utama, maka harganya pasti akan naik turun seperti aset-aset sebelumnya.
Kolektor barang mewah juga dinilai masih enggan untuk membeli NFT karena gamang dengan teknologi yang ada, sehingga likuiditasnya tidak cukup tinggi. Sehingga dikhawatirkan lama kelamaan NFT terancam punah.
“Kreator NFT mungkin akan bertambah, namun dengan kurangnya permintaan pastinya akan hilang dengan sendirinya dan balik kepada aset konvensional,” ujar Christopher.
Christopher menjelaskan, NFT bisa dijadikan sebagai token yang fungsi utamanya untuk menandakan keunikan. Misalnya dimanfaatkan untuk alat indentitas, bukti kepemilikan aset dan lain sebagainya. Sesuai dengan namanya, Non Fungible Token alias token yang tidak seragam bakal membantu untuk membedakan dan mengidentifikasi.
Baca Juga: Reli Bitcoin Bakal Terwujud Lagi di Bulan Oktober?
Kalau di Indonesia, Christopher melihat pengaplikasian NFT bahkan tidak ada karena masih banyak orang yang belum paham. Dan juga praktiknya sulit dijalankan karena berbagai faktor menghalangi salah satunya kemelekan soal teknologi.
Christopher sendiri telah mengikuti perkembangan NFT sejak tahun 2017. Hingga saat ini NFT dianggap tidak bisa memberikan nilai jangka panjang dan hanya memberikan perbaikan minor ketika pamor NFT naik tinggi pada 2020-2021 silam.
Oleh karena itu, Dia turut menyarankan agar jangan pernah menganggap NFT sebagai aset investasi. Sebab masih belum ada mekanisme yang jelas, sehingga dapat mempertahankan nilainya untuk jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News