Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham milik Prajogo Pangestu merajai Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2023. Empat saham punya konglomerat terkaya di Indonesia ini bercokol di jajaran 10 besar saham penggerak (movers) Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Tiga saham punya Prajogo berada dalam naungan Grup Barito, dengan PT Barito Pacific Tbk (BRPT) sebagai induknya. Di bawah BRPT, ada PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dan emiten anyar PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN).
Disamping trio Barito, Prajogo memiliki satu saham lagi yang baru melantai di BEI tahun ini, yakni PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (CUAN). Sejak menggelar Initial Public Offering (IPO), saham baru punya Prajogo, CUAN dan BREN telah membetot perhatian pasar.
Sesuai sandi sahamnya, CUAN menggelontorkan cuan melimpah buat Prajogo, yang menggenggam 85,07% kepemilikan di emiten batubara tersebut. Dengan harga penawaran hanya Rp 220 saat IPO, CUAN kini sudah terbang ke level harga Rp 13.425 per saham. Meroket 6.002,27% sejak listing pada 8 Maret 2023.
Kiprah BREN tak kalah fenomenal sejak resmi melantai pada 9 Oktober 2023. Hanya sekitar dua bulan, kapitalisasi pasar (market cap) BREN sudah melewati Rp 1.000 triliun. Bahkan sempat menyalip PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai saham dengan market cap paling jumbo di BEI.
Sebelum jeda libur Natal, Jumat (22/12), posisi market cap BREN ada di Rp 1.003,4 triliun. BREN ada di daftar puncak saham yang memimpin (leader) pergerakan IHSG sepanjang tahun berjalan ini.
Baca Juga: Market Cap BEI Bertambah Rp 2.147 Triliun, 69% Disokong IPO BREN dan AMMN
Emiten yang bergelut di bisnis Energi Baru dan Terbarukan (EBT) ini dihargai Rp 7.500 per saham, atau melejit 861,53% dari harga IPO.
Hingga sesi I perdagangan Rabu (27/12), harga BREN masih lanjut melejit 6,67% ke level Rp 8.000 per saham. Kenaikan harga juga masih dialami oleh saham Prajogo lainnya, yakni BRPT dan TPIA. Sementara saham CUAN masih terkena suspensi dari BEI.
Lompatan harga saham Prajogo, terutama trio Barito belum terbendung, meski sejumlah analis mengingatkan adanya potensi koreksi akibat profit taking. Dalam riset pertengahan Desember 2023, JP Morgan bahkan memangkas rating BRPT dari netral menjadi underweight.
Sebagai induk Grup Barito, lonjakan BRPT ditopang oleh dua anak usahanya, yakni BREN dan TPIA. JP Morgan menilai harga BREN dan TPIA yang melejit signifikan dalam waktu cepat, tidak dibarengi perubahan substansial pada prospek pertumbuhan kinerjanya.
Pengamat Pasar Modal sekaligus Direktur Avere Investama Teguh Hidayat sepakat, sulit untuk menjelaskan lonjakan signifikan harga saham trio Barito dan CUAN dari sisi fundamental. Terutama untuk BREN, saham anyar yang market cap-nya bahkan sempat menggusur BBCA.
Teguh juga menyoroti CUAN yang meroket saat mayoritas saham batubara lainnya menukik di tahun ini. Dus, faktor rotasi sektor pun tak memberikan pengaruh, lantaran trio Barito dan CUAN punya lini bisnis yang berbeda-beda.
Persamaan keempatnya adalah dimiliki oleh satu taipan yang sama, yakni Prajogo Pangestu.
"Kalau ada saham dari Grup yang sama padahal bidang usahanya berbeda, (harganya) naik semua secara bersamaan dengan sangat signifikan, itu biasanya bukan karena faktor fundamental," kata Teguh kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani menimpali, lonjakan harga saham Prajogo Pangestu ikut terdongkrak oleh sentimen positif pasar terhadap industri EBT. Selain itu, strategi ekspansi seperti aksi akuisisi yang gencar dilakukan oleh emiten Prajogo menambah daya tarik bagi saham-sahamnya.
Baca Juga: Setelah CUAN, Giliran TPIA Disuspensi oleh BEI
Sedangkan Pengamat Pasar Modal dan Founder WH-Project William Hartanto melihat meroketnya saham Prajogo Pangestu lebih dominan terdorong oleh euforia pasar. William bilang, ekspansi Grup Barito ke bisnis EBT melalui BREN memang memberikan katalis positif.
Tetapi, sentimen dari Prajogo Pangestu sebagai orang terkaya di Indonesia tampak memberikan dorongan besar.
"Sampai menguat signifikan seperti ini kemungkinan ada faktor lain. Bisa juga pasar semakin euforia karena status Prajogo. Jadi ada spekulasi bahwa untuk tetap menjadi orang terkaya, harga sahamnya pun dijaga," sebut William.
Meski begitu, William mengingatkan setiap tren pasti ada akhirnya. Begitu juga dengan lonjakan harga saham trio Barito dan CUAN. BEI pun telah melakukan intervensi untuk cooling down dalam bentuk suspensi yang pekan lalu diberikan kepada TPIA dan sampai sekarang masih menggembok saham CUAN.
Teguh turut memprediksi, tren menanjak saham Prajogo akan berbalik melandai secara bertahap pada tahun depan. Apalagi keempat saham Prajogo sudah memiliki valuasi yang mahal, bahkan off the chart.
"Sebelumnya tidak ada yang memprediksi bahwa harga (BRPT, CUAN, dkk.) akan naik setinggi itu, tapi itulah yang terjadi. Namun biasanya situasi anomali seperti ini tidak akan bertahan lama," ungkap Teguh.
Arah Saham Prajogo dan Dampak ke IHSG
Menurut Teguh, situasi belakangan ini terbilang anomali, lantaran laju IHSG cenderung ditopang oleh saham dari satu grup bisnis saja. Dengan bobot yang jumbo, naik-turun harga saham Prajogo Pangestu pun akan berdampak pada pergerakan IHSG.
Selain mendominasi di jajaran saham movers, total kontribusi market cap kuartet emiten Prajogo juga terbilang dominan. Sebagai gambaran, akumulasi market cap empat emiten Prajogo total mencapai Rp 1.794,76 triliun. Angka itu mencapai 15,4% dari total market cap BEI hingga penutupan perdagangan Jum'at (22/12) senilai Rp 11.647 triliun.
Setelah mengerek naik IHSG di periode akhir 2023, kuartet saham Prajogo berpotensi menyeret IHSG jika nanti tren harganya berbalik menurun. Meski begitu, Teguh menekankan bahwa pelaku pasar tidak perlu khawatir.
Situasi seperti ini pernah terjadi pada tahun 2021 dan 2022. Pada tahun 2021, IHSG terdongkrak oleh saham-saham teknologi dan bank digital yang sedang booming. Saham bank digital seperti PT Bank Jago Tbk (ARTO) terbang tinggi hingga menjadi penggerak IHSG.
Baca Juga: Klub Taipan Paling Cuan Sejagat Raya
Namun pada tahun berikutnya, saham bank digital meredup dan ikut menyeret IHSG. Hanya saja, rotasi sektor pada tahun 2022 mengarah pada booming batubara. Sehingga saham batubara beserta sejumlah saham big caps dan yang berfundamental apik berganti menopang IHSG.
Begitupun untuk 2024, Teguh memprediksi ketika kuartet saham Prajogo berbalik melandai, IHSG tidak akan terseret jauh. Saham-saham dengan fundamental bagus bakal jadi penyeimbang yang menopang laju IHSG pada tahun depan.
"Nanti tahun 2024 kemungkinan seperti 2022. IHSG mungkin naik 1%-2% karena saham-saham (Grup) Barito turun. Tapi kalau saham-saham bagus naik, (dampak ke IHSG) tidak signifikan," kata Teguh.
William sepakat, sekalipun berdampak pada IHSG, namun itu hanya akan terjadi sementara. Sebab, tampak sudah ada saham-saham big caps lain yang siap membawa IHSG menguat lagi.
Catatan William, pelaku pasar mesti waspada jika sewaktu-waktu terjadi koreksi akibat aksi profit taking pada kuartet saham Prajogo. Apalagi, beberapa kali terjadi sudden drop atau kondisi dimana harga saham menurun drastis secara mendadak dalam satu hari.
Pada saat yang sama, sentimen dari aksi ekspansi emiten Prajogo tampak sudah terantisipasi oleh pasar.
"Euforia masih jelas terlihat. Namun (untuk merespons) berita-berita tentang ekspansi menurut saya agak terlambat dan memungkinkan terjadinya sell on fact, seperti yang sering terjadi pada saham-saham pada umumnya," imbuh William.
Dus, William menyarankan untuk sell on strength atau taking profit secara bertahap pada empat saham Prajogo Pangestu.
"Kemungkinan naik masih ada, namun dangan berbagai faktor tadi, tingkat risiko dan kemungkinan berakhirnya tren menguat pada saham-saham ini menjadi lebih besar," tandas William.
Sedangkan secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarankan wait and see untuk saham BRPT dan CUAN. Herditya mengingatkan saham BRPT masih ada pada fase downtrend, dengan support pada area Rp 1.350 dan resistance pada Rp 1.515.
Sementara saham CUAN yang masih dalam suspensi bisa wait and see dengan support Rp 12.825 dan resistance di Rp 13.550. Kemudian untuk BREN dan TPIA, masih layak dipertimbangkan untuk trading buy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News