kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Empat emiten menghadapi risiko kurs berat, ini kata analis


Selasa, 02 Juli 2019 / 20:27 WIB
Empat emiten menghadapi risiko kurs berat, ini kata analis


Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga pemeringkat utang Moody’s Investors Service mengeluarkan hasil riset terbaru soal daya tahan emiten terhadap pergerakan mata uang asing. Dari 47 perusahaan Asia Selatan dan Asia Tenggara yang dirating oleh Moody's, lima di antaranya memiliki perlindungan minim jika mata uang lokal melemah hingga 20% terhadap dollar Amerika Serikat (AS).

Empat dari lima perusahaan yang berisiko jika mata uang lokal melemah tajam terhadap dollar AS ini adalah emiten Indonesia seperti PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) dan PT MNC Investama Tbk (BHIT). 

"Mismatch nilai tukar signifikan pada BHIT dan GJTL karena lebih dari 65% utangnya dalam mata uang dollar AS, tetapi mayoritas aliran kas adalah dalam mata uang lokal," ungkap Moody's dalam laporan yang dirilis Jumat (28/6).

Dua emiten lainnya adalah PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR), dan PT Alam Sutera Realty Tbk (ASRI). "Meski menggunakan lindung nilai finansial untuk melindungi pokok, LPKR dan ASRI juga berisiko memiliki leverage tinggi jika nilai tukar rupiah melemah lebih dari Rp 15.000," ungkap Moody's.

Sejumlah analis menilai, keempat emiten tersebut merupakan emiten yang paling berisiko terhadap pelemahan rupiah. "Jika rupiah melemah, utang mereka akan semakin meninggi secara kurs," ungkap William Hartanto, analis Panin Sekuritas, Selasa (2/7).

William menambahkan, pelemahan rupiah tidak mempengaruhi kinerja keuangan emiten. "Kinerja tidak terpengaruh hanya saja beban utangnya yang relatif meninggi," ujar dia. Pelemahan ini, lanjut William, akan berdampak pada turunnya nilai saham keempat emiten tersebut.

Untuk itu, William menyarankan investor untuk wait and see sampai keempat emiten tersebut menyiapkan langkah antisipasi dalam menghadapi pelemahan rupiah. "Misalnya melunasi utang dollar," kata dia.

Sementara itu, Kepala Riset Samuel Sekuritas Suria Dharma mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah tidak terlalu berisiko terhadap keempat emiten tersebut. Hal ini karena nilai tukar rupiah saat ini cenderung stabil. "Justru lebih menarik karena kan tren suku bunga menurun," kata Suria.

Sekadar informasi, hari ini nilai tukar rupiah di pasar spot berada di Rp 14.139 per dollar AS. Kurs rupiah ini menguat 2,94% secara year to date dari posisi akhir 2018 pada Rp 14.568 per dollar AS.

Di sisi lain, Head of Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, risiko pelemahan rupiah memang masih tinggi. Namun, setidaknya dalam jangka pendek masih bisa terkendali seiring pertemuan Presiden AS Donald Trump dengan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan G20 silam.

Wawan menambahkan proyeksi bahwa Federal Reserve akan menurunkan suku bunga dapat memberi angin segar bagi penjualan properti. Untuk itu, Wawan menyarankan agar investor tidak takut untuk melakukan pembelian saham ASRI yang sebagian besar portofolionya berbentuk perumahan mewah. "Kalau yang belum punya, bisa dipertimbangkan untuk beli," ungkap Wawan.

Wawan menambahkan, stimulus pajak perumahan mewah juga turut berpengaruh positif bagi ASRI. Sebelumnya, Kementerian Keuangan menurunkan Pajak Penghasilan (PPh) atas penjualan rumah dan apartemen dengan harga di atas Rp 30 miliar, dari 5% menjadi 1%.

Selain itu, menurut prediksi Infovesta, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi dapat menembus 6.800 di akhir tahun ini. "Jadi ada ruang untuk 5%-6% yang saya yakin saham-saham properti ikut imbas optimis," kata Wawan.

Selasa (2/7), harga saham ASRI ditutup pada harga Rp 344. Sebagai prediksi, William memperkirakan harga saham ASRI akan berada di kisaran Rp 354-Rp 414 per saham hingga pengujung tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×