kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Emiten tambang masih bisa menambang laba


Senin, 13 Agustus 2018 / 06:37 WIB
Emiten tambang masih bisa menambang laba
ILUSTRASI. Fasilitas pemurnian atau smelter Nikel PT Vale Indonesia


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun ini, kinerja emiten penambang mineral logam diramal lebih baik dibandingkan tahun lalu. Harga komoditas yang membaik turut melambungkan prospek emiten sektor ini.

Pada semester kedua tahun ini, para analis menilai kinerja emiten produsen mineral logam, seperti emas, nikel dan timah, akan terbantu kondisi cuaca yang lebih bersahabat. Sehingga, produksi bisa meningkat di akhir tahun.

Sejak awal 2018, harga nikel telah menanjak 8,3% menjadi US$ 13.820 per metrik ton. Kenaikan harga tersebut turut mengerek kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO).

Hingga medio 2018, pendapatan INCO mendaki 28,34% year on year (yoy) menjadi US$ 374,61 juta. Sementara itu, laba bersihnya mencapai US$ 29,38 juta. Padahal di periode yang sama tahun lalu, INCO masih mencetak kerugian US$ 21,48 juta.

Adolf Surtisno, analis Panin Sekuritas, mengatakan, harga nikel hingga akhir tahun masih bisa menguat karena turunnya pasokan global. "Inventory nikel global sampai Juli menurun. Jadi ada peluang harga nikel naik," kata Adolf, Jumat (10/8).

Analis BCA Sekuritas Aditya Eka Prakasa menambahkan, meski ekspor bijih nikel dari Indonesia telah dilakukan, defisit global masih terjadi. "Ditambah ekspor Filipina yang lemah, kami percaya defisit nikel saat ini akan bertahan hingga 2019," kata Aditya dalam riset 27 Juli 2018.

Aditya pun menaikkan harga rata-rata nikel di akhir tahun menjadi US$ 14.500 per metrik ton. Per Jumat (10/8) harga nikel di London Metal Exchange (LME) berada di US$ 13.820 per metrik ton.

Produksi nikel INCO kini mencapai 80.000 ton per tahun. Aditya memperkirakan, kapasitas produksi tersebut akan tetap stabil hingga 2019. Kenaikan produksi hingga 90.000 ton per tahun bisa dicapai bila INCO berhasil mengoperasikan lahan Sorowako di Sulawesi Selatan pada 2022 mendatang.

Sejumlah tantangan

Di saat harga nikel cenderung meningkat, harga komoditas emas justru turun 8,4% ke US$ 1.219 per ons troi. Andy Wibowo Gunawan, Analis Mirae Asset Sekuritas Indonesia mengatakan, koreksi harga emas bisa mempengaruhi laba bersih PT Aneka Tambang (ANTM).

Menurut dia, laba ANTM di kuartal II-2018 akan sedikit turun sekitar 0,4% dibandingkan kuartal sebelumnya, menjadi Rp 244,8 miliar. Kinerja ANTM yang stagnan juga terjadi karena tekanan pelemahan rupiah. Maklum, 70% total utang ANTM yang mencapai Rp 10,3 triliun berbentuk valuta asing dollar AS.

Produksi emas dan nikel ANTM secara kuartalan juga sempat menurun. "Ini karena kondisi cuaca yang tidak mendukung," kata Andy dalam riset 8 Agustus 2018. Namun, Andy memprediksi, ANTM bisa menggenjot produksi nikel dan emas pada semester kedua, karena biasanya keadaan cuaca akan lebih baik.

Di sisi lain, produsen timah, PT Timah Tbk (TINS) masih harus merasakan penurunan kinerja. Hal ini karena harga timah turun 2.62% menjadi US$ 19.500 per metrik ton. Hingga kuartal I-2018, penjualan TINS turun tipis 0,62% yoy menjadi Rp 2,04 triliun. Ini karena volume penjualan yang juga turun 16,69% yoy menjadi 5.801 metrik ton.

Selain cuaca yang tidak mendukung, regulasi baru mengenai ekspor timah juga membebani TINS. Ekspor TINS terhambat sejak Maret 2018 karena terbitnya Peraturan Menteri ESDM No. 11/2018 tentang Tata Cara Pemberian Wilayah, Perizinan dan Pelaporan Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

Adolf mengatakan, produksi TINS di kuartal II-2018 masih akan turun lantaran beleid itu. Namun, produksi TINS diprediksi akan lebih baik pada kuartal selanjutnya karena mendapat katalis positif dari cuaca panas yang datang di paruh kedua tahun ini.

Sukisnawati Puspitasari, analis MNC Sekuritas, memprediksi, harga timah masih bisa naik terbatas di semester II-2018. Ini karena pemerintah China menaikkan pajak royalti penambangan timah menjadi 3,5%. "Sehingga, produksi timah China semester II-2018 akan turun dan harga menguat," ujarnya dalam riset 11 Mei 2018.

Di tengah kondisi tersebut, Sukisnawati memasang rekomendasi netral pada sektor pertambangan logam mineral. Namun, ia masih merekomendasikan beli untuk ANTM dengan target harga Rp 1.030 per saham. Dia juga merekomendasikan beli untuk INCO dan TINS masing-masing di target harga Rp 3.620 dan Rp 1.250 .

Namun, Adolf hanya menjagokan ANTM dibading emiten lain di sektor ini. Kinerja ANTM akan positif karena mendapat rekomendasi perpanjangan ekspor bijih nikel dan bauksit. Adolf merekomendasikan beli ANTM di target harga Rp 1.100.               

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×