Reporter: Kornelis Pandu Wicaksono | Editor: Yuwono Triatmodjo
JAKARTA. Penjualan semen sepanjang tahun 2013 tampaknya melambat. Data Asosiasi Semen Indonesia (ASI) mencatat, penjualan semen domestik hingga kuartal III 2013 hanya tumbuh 5,3% year on year (yoy) menjadi 41,5 juta ton. Padahal, per September 2012 silam, pertumbuhannya bisa mencapai 15% yoy.
ASI pun merevisi target pertumbuhan penjualan semen di tahun ini. Semula, ASI menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 7%-8%, kini hanya sekitar 6%-6,5%.
Analis Mega Capital Indonesia, Helen Vincentia juga tak menyangka penjualan semen tahun ini melambat. Ia pun merevisi target pertumbuhan penjualan semen tahun ini dari semula 10% menjadi 8%. “Di awal tahun kami melihat secara optimistis prospek industri semen,” ujar Helen, kepada KONTAN Jumat (25/10).
Helen bilang, ada dua faktor penyebab melambatnya penjualan semen. Pertama, beleid baru Bank Indonesia (BI) yang memperketat kredit pembelian properti, mulai dari loan to value (LTV), hingga melarang pemberian kredit untuk rumah inden.
Kedua, pelemahan di sektor pertambangan serta perkebunan. Karena penurunan harga kedua produk komoditas tersebut, maka perluasan usaha kedua sektor ini mandek. Akibatnya, laju pembangunan di daerah penghasil komoditas tambang dan perkebunan pun tak bergairah.
Analis Sucorinvest Central Gani Gifar Indra Sakti mengamini, kinerja industri semen tahun ini kurang menggembirakan. "Kinerja memang masih bertumbuh, namun di bawah perkiraan," ujarnya.
Penyebab pelambatan bukan karena faktor konsumen, melainkan dari pihak produsen. "Kelihatannya emiten semen cenderung menekan produksi," kata Gifar. Hal ini dilakukan karena tingkat utilisasi pabrik sudah mendekati kapasitas maksimal.
"Sehingga mereka (emiten) menjaga agar di 2014 kinerjanya masih bisa bertumbuh lagi," tegas Gifar. Sebaliknya, jika produsen semen tahun ini memaksakan produksi maksimal, tahun depan bisa saja penjualan justru turun.
Para analis setuju bahwa dari tingkat utilisasi pabrik, maka PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) merupakan yang paling diuntungkan karena produksinya belum mendekati kapasitas maksimum. Data dari ASI menyebutkan, tingkat utilisasi pabrik milik SMGR baru sebesar 88%.
Sebagai perbandingan, Gifar mencatat, di akhir 2012 silam, utilisasi pabrik semen PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) sudah sebesar 91,4%, PT Indocement Tunggal Prakasa Tbk (INTP) sudah 95%, dan utilisasi PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) sudah mencapai 98%.
“Tapi, SMCB di tahun depan akan mendapat amunisi baru dari pabrik Tuban sebesar 1,7 juta ton semen per tahun,” imbuh Gifar.
Secara nasional, kata Helen, pangsa pasar semen terbesar masih menjadi milik SMGR dengan porsi 43,8%. Menyusul INTP dengan pangsa pasar 30,5%, SMCB 14,5%, dan pangsa pasar SMBR 2,1%.
Gifar memperkirakan, akan ada pelambatan di sektor konstruksi dan properti akibat penyesuaian kenaikan suku bunga. Tapi, tingkat inflasi tahun 2014 akan lebih rendah dari tahun ini, jika tak ada rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) lagi. “Jadi BI rate bisa turun di bawah 7%, itu mendukung kredit properti,” prediksi Gifar. Ujungnya, akan mendongkrak pula permintaan semen.
Gifar merekomendasikan buy saham SMGR dengan target harga Rp 18.750 per saham. Sedangkan untuk INTP, Gifar merekomendasikan hold dengan target Rp 21.600 dan sell bagi SMCB dengan target harga Rp 2.075.
Sedangkan, Helen memberikan rekomendasi buy untuk saham SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing Rp 18.200 dan Rp 25.400. Sedangkan untuk SMCB, Helen menyarankan hold dengan target harga Rp 2.900.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News