Reporter: Annisa Aninditya Wibawa | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Kinerja emiten sektor ritel menghadapi banyak tantangan tahun ini. Meski begitu, saham sektor perdagangan, jasa, dan investasi mampu menghijau 4,85% ke level 921,26 sejak awal tahun. Kenaikannya tertinggi di antara semua sektor lain. Padahal seperti diketahui, di periode sama, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 4,63% di 4.985,01.
Jika melihat kondisi pasar saat ini, emiten perdagangan, jasa dan investasi banyak diterpa masalah karena minimnya permintaan masyarakat. Berdasarkan data Bloomberg, penggerak indeks sektor ini di antaranya PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (EMTK), PT United Tractors Tbk (UNTR), PT Matahari Departement Store Tbk (LPPF) dan PT AKR Corporindo Tbk (AKRA).
EMTK berhasil menopang indeks lantaran rajin berekspansi dan memiliki diversifikasi bisnis yang luas. Nah sedangkan UNTR mampu menguat 17,59% karena harga batubara cenderung stabil dan harapan perbaikan kinerja. Tapi kenyataannya, menurut Ariyanto Kurniawan, Analis Mandiri Sekuritas, penjualan Komatsu dan harga komoditas masih di level rendah.
Para emiten seperti LPPF yang menjual produk dalam negeri bisa mengais berkah. Maklum, target pasarnya tahan banting dan sifat produk yang dijual sangat massal.
Selain itu, Ankga melihat, sektor ritel memperoleh sentimen positif di bulan Ramadan dan Lebaran. "Kenaikannya bisa 20%-30% dibandingkan bulan-bulan lain," ujar dia, Minggu (21/6).
Terimbas kurs
Hal berbeda terjadi pada emiten sektor ritel seperti PT Ace Hardware Tbk (ACES) yang masuk dalam daftar penggerus indeks. Hasil kinerja perseroan ini tampak melemah. Sampai Mei 2015, same sore sales growth (SSSG) ACES turun 5,9% dibandingkan periode yang sama tingkat sebelumnya. Analis Mandiri Sekuritas Matthew Wibowo bilang, penurunan itu terjadi karena tahun lalu ada promosi toko ke-100 yang menggenjot omzet.
Analis BNI Securities Ankga Adiwirasta menilai, inventory growth rate ACES cenderung tinggi. Emiten ritel peralatan rumah tangga ini masih memiliki banyak stok barang. Namun kenaikan penjualan tak sebanding stok barang yang dimiliki.
Kondisi yang sama dialami oleh emiten ritel seperti PT Erajaya Swasembada Tbk (ERAA), dan PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) yang juga terhambat karena pelemahan daya beli masyarakat. Apalagi, nilai tukar rupiah masih memble.
Matthew menilai, perlambatan ekonomi cukup memukul penjualan sektor ritel. "Maka kami meninjau kembali perhitungan proyeksi kami, mengingat kondisi ekonomi jangka pendek yang lebih menantang," ucap dia.
Sedangkan emiten lain dengan pengeluaran terbesar dalam dollar AS tak lagi menarik. Menurut Matthew, ACES dan PT Mitra Adi Perkasa Tbk (MAPI) menghadapi tekanan berat karena porsi impor kedua emiten mencapai 60% sampai 80%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News