Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten ramai menggelar ekspansi dengan merambah bisnis anyar. Menjelang akhir April ini, sederet emiten berskala besar hingga kelas menengah mengumumkan rencana penambahan kegiatan usaha.
Barisan emiten tersebut ada yang sudah dan akan mengajukan tambahan Klasifikasi Baku Lapangan usaha Indonesia (KBLI) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Contohnya PT Astra International Tbk (ASII) yang akan ekspansi ke bisnis ekosistem kendaraan listrik alias electric vehicle (EV), antara lain mencakup industri baterai dan penjualan tenaga listrik.
PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX) dari Grup Saratoga mengambil langkah serupa untuk merambah bisnis ekosistem EV. MPMX dan anak usahanya ingin menambah usaha berupa EV charging station, reparasi baterai EV dan aktivitas penunjang lainnya.
PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Autopedia Sukses Lestari Tbk (ASLC) tak ketinggalan untuk ekspansi memperkuat bisnisnya. TBIG melalui anak usahanya akan mengembangkan bisnis penyewaan power supply. Sedangkan ASLC akan ekspansi dengan merambah perdagangan eceran motor bekas.
Baca Juga: Kinerja ICBP Tumbuh Positif pada 2023, Cermati Rekokomendasi Analis
Selanjutnya ada PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) yang bakal mengembangkan bisnis perdagangan emas fisik digital di bursa komoditi berjangka. Sementara PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (AMRT) menggarap platform digital dengan tujuan komersial untuk mengembangkan Alfagift sebagai salah satu omni-channel.
Tak hanya itu, sederet emiten lain juga sudah mengumumkan rencana penambahan kegiatan usaha pada bulan ini. Di antaranya PT Eagle High Plantations Tbk (BWPT), PT Chitose Internasional Tbk (CINT), PT Multi Medika Internasional Tbk (MMIX), PT Garudafood Putra Putri Jaya Tbk (GOOD), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR) dan PT FKS Food Sejahtera Tbk (AISA).
Founder Stocknow.id Hendra Wardana memandang rencana ekspansi emiten menambah usaha baru cukup memberikan sinyal positif di tengah kondisi ekonomi yang masih dibayangi ketidakpastian. Sejumlah emiten juga menunjukkan langkah antisipatif untuk mengoptimalkan peluang bisnis masa depan, seperti di bidang ekosistem EV yang mulai masif.
"Ekspansi ini pastinya bertujuan meningkatkan diversifikasi lini bisnis perusahaan, sehingga berpotensi mengantongi sumber pendapatan baru untuk kinerja yang lebih maksimal. Tapi hal ini akan tergantung dari kesiapan dalam menjalankan bisnis barunya," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Senin (29/4).
CEO Edvisor Profina Visindo, Praska Putrantyo menambahkan bahwa ekspansi bisnis saat ini menjadi salah satu manuver emiten di tengah era suku bunga yang masih tinggi. Dia menduga, emiten menempuh langkah ini supaya bisa mengikuti momentum akselerasi pertumbuhan ekonomi saat kebijakan moneter mulai lebih longgar atau era suku bunga rendah sudah terealisasi.
Sementara itu, Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas melihat tahun ini cukup menjadi momentum yang tepat untuk menggelar ekspansi bisnis. Meski berhadapan dengan sejumlah tantangan, tapi secara umum tren pemulihan pasca pandemi membuka peluang bagi pertumbuhan bisnis.
Permintaan konsumen yang terus meningkat terhadap berbagai produk dan layanan mendorong emiten untuk memperluas jangkauan pasarnya.
Baca Juga: BRI Danareksa Sekuritas Pertahankan Rating Buy ICBP, Begini Penjelasannya
"Kemajuan teknologi dan kebijakan pemerintah juga mendukung banyak sektor," terang Sukarno.
Hanya saja, Sukarno menekankan bahwa kontribusi dari penambahan usaha ini tidak bisa instan dan akan berbeda-beda pada setiap emiten. Tergantung dari keterkaitan dengan bisnis inti, prospek industri, kesiapan investasi, kondisi pasar dan strategi bisnis beserta eksekusinya.
Rekomendasi saham
Walau membawa sinyal positif terhadap prospek bisnis emiten, tapi Sukarno melihat langkah ekspansi ini belum bisa memberi dampak signifikan yang mendongkrak harga saham. Apalagi di tengah kondisi pasar saham yang sedang rawan terbawa sentimen eksternal maupun domestik.
Praska sepakat, ekspansi merambah usaha baru ini lebih sebagai sentimen jangka pendek, meski akan menjadi daya tarik bagi investor jangka panjang.
"Pergerakan saham belum dapat merefleksikan aksi korporasi emiten. Investor cenderung menyoroti realisasi kinerja emiten secara kuartalan di tengah kondisi ekonomi yang masih banyak tekanan," terang Praska.
Sebagai pilihan jangka panjang, Praska menjagokan saham ASII dan MPMX, apalagi dengan daya tariknya sebagai dividend player. Selain itu, Praska menyodorkan saham TBIG dan AMRT.
Sukarno melirik saham ASII, ANTM, TBIG dan AMRT. Sedangkan Hendra menyematkan rekomendasi buy untuk ASII dengan target harga di Rp 5.100 dan ANTM dengan target harga di Rp 1.650 - Rp 1.700.
Secara teknikal, Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana menyarankan speculative buy saham TBIG dan ANTM dengan target harga masing-masing di Rp 1.950 dan Rp 1.675 - Rp 1.725. Kemudian cermati peluang buy on weakness AMRT untuk target harga Rp 3.040 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News