Reporter: Elisabet Lisa Listiani Putri | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Emiten saham pengembang properti masih berhati-hati memasuki 2017. Itu sebabnya, emiten properti lebih cermat menghitung belanja modal alias capital expenditure (capex) tahun depan.
PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) menganggarkan belanja modal tahun depan sebesar Rp 450 miliar. Sebanyak Rp 160 miliar untuk menambah landbank. Angka ini turun dibandingkan dengan belanja modal tahun lalu mencapai Rp 470 miliar.
Meski demikian, MTLA membantah tengah menerapkan strategi defensif untuk 2017. Alasannya, serapan capex 2016 belum terlalu maksimal. MTLA menghitung, belanja modal yang terpakai hingga akhir tahun ini hanya Rp 320 miliar hingga Rp 330 miliar. "Ada lahan yang kami ingin beli tapi belum available," kata Olivia Surodjo, Direktur MTLA, kepada KONTAN, Jumat (9/11).
Olivia berharap kondisi pasar properti membaik di 2017 mendatang. MTLA bakal menutup kebutuhan belanja modalnya tahun depan dari kas internal dan pinjaman modal, dengan rasio 50:50.
PT Perdana Gapuraprima Tbk (GPRA) juga hanya menyiapkan capex tahun depan Rp 370 miliar. Sementara belanja modal tahun ini Rp 300 miliar–Rp 400 miliar.
Beda dengan PT PP Properti Tbk (PPRO) yang justru melaju dengan belanja modal Rp 1,5 triliun–Rp 2 triliun. Belanja modal anak usaha PT PP Tbk (PTPP) ini naik dua kali lipat ketimbang tahun ini sebesar Rp 800 miliar.
PPRO berencana menggelar rights issue dengan target dana Rp 1,6 triliun di kuartal I 2017. Ini adalah langkah PPRO untuk menerima suntikan modal dari sang induk.
Menurut Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, tahun depan sektor properti kemungkinan akan mulai menggeliat kembali. Ia melihat, akhir-akhir ini beberapa emiten properti mencatat lonjakan penjualan.
Meski begitu, sektor properti tidak akan langsung booming. Pasalnya, bisnis ini juga akan dipengaruhi pergerakan suku bunga dan fluktuasi harga komoditas. "Sebetulnya, kebutuhan properti di Indonesia sangat besar, apalagi banyak backlog perumahan. Tapi, yang menjadi masalah di bidang properti adalah daya beli karena harga saat ini tinggi," kata Hans kepada KONTAN, Kamis (8/12).
Oleh karena itu, Hans menilai, hunian kelas menengah ke bawah lebih akan diminati ketimbang properti dengan konsep menengah ke atas. Untuk itu, jika emiten properti punya belanja modal yang besar, mereka bisa menggarap proyek apartemen menengah bawah seperti yang pernah dikerjakan oleh PPRO.
Meski demikian, Hans menambahkan, properti sebagai kendaraan investasi masih belum akan menarik di mata investor di 2017. Sebab, tahun depan investasi di pasar saham masih lebih menarik ketimbang sektor properti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News