kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.769.000   10.000   0,57%
  • USD/IDR 16.584   16,00   0,10%
  • IDX 6.445   209,18   3,35%
  • KOMPAS100 919   35,89   4,06%
  • LQ45 727   30,09   4,32%
  • ISSI 200   4,86   2,49%
  • IDX30 382   16,14   4,40%
  • IDXHIDIV20 464   20,15   4,54%
  • IDX80 104   4,00   3,98%
  • IDXV30 110   3,31   3,11%
  • IDXQ30 126   5,12   4,25%

Emiten Mulai Bagi Dividen, Tengok Investor Individu yang Dapat Cuan Jumbo


Senin, 24 Maret 2025 / 15:29 WIB
Emiten Mulai Bagi Dividen, Tengok Investor Individu yang Dapat Cuan Jumbo
ILUSTRASI. Lo Kheng Hong jadi salah satu investor individu kenamaan akan mendapatkan cuan besar dari pembagian dividen dari tahun buku 2024


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten telah mengumumkan akan membagikan dividen tahun buku 2024. Para investor pun bakal segera dapat berkah, apalagi bagi mereka yang sebagai pengendali maupun kepemilikannya besar.

Setidaknya, ada empat emiten yang sudah mengumumkan besaran dividen dari tahun buku 2024. Yaitu, PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Astra International Tbk (ASII), PT XL Axiata Tbk (EXCL), dan PT Bank Danamon Indonesia Tbk (BDMN).

BBCA mengumumkan dividen final dari kinerja tahun buku 2024 senilai Rp 300 per saham atau total senilai Rp 37 triliun. ASII mengusulkan dividen final sebesar Rp 308 per saham untuk tahun buku 2024.

EXCL akan membagikan dividen Rp 1,12 triliun dari laba bersih tahun buku 2024. Jumlah tersebut setara dengan 62% laba bersih. Nantinya setiap pemegang saham EXCL akan memperoleh dividen Rp 85,7 per saham.  

NISP memutuskan akan membagikan dividen senilai Rp 2,43 triliun. Nilai tersebut setara dengan Rp 106 per saham.

Baca Juga: Gelar RUPST, Bank Rakyat Indonesia (BBRI) Berpotensi Tebar Dividen Rp 51,1 Triliun

BDMN bakal membagikan dividen sebesar 35% dari laba bersih setelah pajak 2024. Artinya, pembayaran dividen sebesar Rp 113,85 per lembar saham, dengan jumlah total sekitar Rp 1,1 triliun.

Pembagian dividen ini tentu menjadi berkah bagi para pemegang saham, apalagi di tengah turunnya performa kinerja Bursa di awal tahun 2025. Berkah makin besar juga dirasakan oleh investor dengan kepemilikan besar atau pemegang saham pengendali.

Di NISP dan BDMN, juga ada nama investor kawakan Lo Kheng Hong alias LKH yang memegang saham dengan jumlah kepemilikan yang cukup besar.

Melansir data KSEI per 31 Januari 2025, LKH mengempit 122,07 juta saham OCBC atau setara dengan 0,53% dari total saham yang beredar. 

Dengan kepemilikan tersebut, LKH berhak atas dividen senilai Rp 12,94 miliar. Dengan catatan, ia tetap memegang saham tersebut hingga batas hari terakhir cum date.

Selain itu, LKH adalah salah satu investor yang masuk dalam top 20 daftar pemegang saham Bank Danamon Indonesia. Per 28 Februari 2025, LKH mengempit saham BDMN sebanyak 20,32 juta saham atau setara dengan 0,2% dari total saham beredar.

Alhasil, LKH berpotensi memperoleh dividen dari bank milik investor asal Jepang ini sebanyak Rp 2,31 miliar. Dengan catatan, ia tetap memegang saham tersebut hingga batas hari terakhir cum date.

Baca Juga: Lo Kheng Hong Berpotensi Mendapat Dividen Hingga Rp 15 Miliar dari NISP dan BDMN

Lo Kheng Hong pun menceritakan pengalamannya mendulang cuan lewat pembagian dividen. Tahun lalu, dia mengaku punya saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebanyak 264.403.000 saham setara dengan 1,09% total saham perseroan. Saat itu, PGAS membagi dividen sebesar Rp 148 per saham. 

“Tahun ini, jumlah dividen PGAS bisa lebih besar, karena labanya mungkin meningkat,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (21/3). Sayangnya, dia tak menyebutkan lebih lanjut berapa kepemilikan sahamnya saat ini di PGAS.

LKH juga menyerok saham PT ABM Investama Tbk (ABMM). Melansir data KSEI per 21 Maret 2025, Lo Kheng Hong punya 150,76 miliar saham ABMM atau setara dengan 5,48% dari total saham perseroan. 

Sebagai gambaran, perusahaan batubara ini membagikan dividen sebesar Rp 295 per saham pada tahun 2024 (tahun buku 2023).

Kalau lihat laporan keuangan 2024, ABMM mencetak laba tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk US$ 139,36 juta, turun 51,77% secara tahunan. Hal itu pun diakui oleh LKH sendiri.

“Tahun ini akan berkurang, karena labanya menurun,” katanya kemarin.

Berbeda dengan cerita di atas, di BBCA memang tak ada investor individual yang memegang saham lebih dari 5%. Namun, nama Robert Budi Hartono dan Bambang Hartono yang tercatat sebagai pengendali.

Per 28 Februari 2025, Robert mengempit 28.135.000 saham BBCA yang setara dengan 0,023% dari total saham perseroan. Sementara, Bambang menggenggam 27.025.000 saham BBCA yang setara dengan 0,022% dari total saham perseroan.

Artinya, Robert berhak atas dividen senilai Rp 8,44 miliar dari pembagian dividen tahun 2024. Sementara, Bambang bisa mengantongi dividen Rp 8,10 miliar kali ini.

Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, meskipun keberadaan pemegangnya saham dengan kepemilikan besar kerap diikuti investor lain, tetapi bukan berarti itu menjadi acuan penting dalam berinvestasi. Alasannya, karena investor kakap biasanya memegang saham untuk jangka panjang.

 

“Ini tidak menjadi acuan para investor lain, karena mereka (investor besar) pegang jangka panjang, sementara investor lain umumnya jangka pendek hingga menengah,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (21/3).

Keberadaan investor kakap itu juga tak serta merta menjadi berkah bagi emiten tersebut. “(Keberadaan investor kakap) justru menjadikan saham-saham itu tidak likuid, karena free float-nya rendah,” ungkapnya.

Dari sejumlah emiten yang sudah mengumumkan besar dividen itu, Budi melihat pemegang saham BBCA akan menjadi yang paling cuan dari pembagian dividen tahun buku 2024, meskipun imbal hasil dividennya kalah dari ASII.

Dividend yield BBCA sebesar 3,71% jika menggunakan harga saham Senin (24/3) pukul 14.55 WIB. Sementara, dividend yield ASII sebesar 6,59% di waktu yang sama.

Sebab, harga saham BBCA pada 5 tahun yang lalu masih ada di level Rp 6.500 per saham. “Sementara, saham ASII pada 5 tahun lalu malah ada di atas Rp 7.000 per saham, jadi ada capital loss,” paparnya.

Baca Juga: OCBC NISP Tebar Dividen Rp2,43 Triliun

Senada, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto melihat bahwa tak semua investor bakal menjadikan keberadaan pemegang saham kakap atau pemegang saham pengendali sebagai acuan utama.

“Kalau mereka tujuannya untuk jangka panjang, itu tidak cocok jadi acuan untuk pelaku pasar lain,” ungkapnya kepada Kontan, Jumat (21/3).

Di sisi lain, keberadaan para investor kakap di suatu emiten juga dinilai tak memengaruhi kinerja saham saat ini. “Berhubung market lagi turun, minat terhadap dividen biasanya menurun juga,” paparnya.

Selanjutnya: Menteri PU Dukung Pembangunan Exit Tol Cipali untuk Industri Subang Smartpolitan

Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 24-31 Maret 2025, Tujuh Kurma Beli 2 Lebih Murah

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Procurement Economies of Scale (SCMPES) Brush and Beyond

[X]
×