Reporter: Handoyo, Yoliawan H | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Stabilnya nilai tukar rupiah di awal tahun ini, serta harga bahan baku yang tidak bergejolak membuat industri logam dapat mengerek laba maksimal.
PT Timah Tbk (TINS) misalnya, laba bersih perusahaan ini di kuartal pertama tahun ini naik hampir enam kali lipat menjadi Rp 301 miliar. Adapun kenaikan pendapatannya sebesar 108% menjadi Rp 4,24 triliun.
Sekretaris Perusahaan TINS Amin Haris mengatakan, torehan kinerja tersebut sejalan dengan penjualan logam timah yang naik lebih dari dua kali lipat menjadi 12.553 metrik ton (mt). Penjualan logam timah termasuk tin solder mencapai 92,3% dari total pendapatan usaha, ujarnya kepada KONTAN, Jumat (3/5).
Kenaikan volume penjualan tersebut tak lepas dari meningkatnya volume produksi yang meningkat lebih dari 3 kali lipat menjadi 16.302 mt. tahunan. Tahun ini, TINS menargetkan pertumbuhan volume penjualannya bisa dua kali lebih lipat dibanding realisasi tahun lalu.
PT Steel Pipe Industry of Indonesia Tbk (ISSP) juga mencetak tren kinerja serupa. Namun, dengan skala nilai yang lebih kecil. Kuartal pertama kemarin, laba bersih ISSP naik 85% menjadi Rp 21,67 miliar. Sementara, pendapatannya hanya naik sekitar 9% menjadi Rp 1,22 triliun.
Dari jumlah pendapatan tersebut, senilai Rp 85 miliar berasal dari penjualan ekspor. Nilai ini naik 35% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, Rp 62,93 miliar.
Melihat kondisi tersebut, ISSP optimistis kinerja keuangan Steel Pipe Industry hingga akhir tahun nanti akan tetap positif.
Meski begitu, volume penjualan diperkirakan bakal sedikit terganggu kuartal kedua ini. "Akan ada sedikit kendala pengiriman karena lebaran, tapi volume penjualan masih akan sesuai target," imbuh Investor Relations ISSP Johannes Edward.
Asal tahu saja, ISSP saat ini juga tengah mengkaji untuk melakukan penerbitan obligasi global dengan nilai emisi mencapai US$ 200 juta. Namun, manajemen perusahaan ini masih menunggu momen yang tepat untuk mengekseksui aksi korporasi tersebut.
Sejumlah hal menjadi pertimbangan. Beberapa di antaranya arah kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed. "Kami juga mempertimbangkan kondisi nilai tukar rupiah, kepastiannya belum ada, akan ada fase proses, jelas Johanes.
Saham TINS sejak awal tahun telah mengakumulasi kenaikan sekitar 73%. Kemarin, saham perusahaan ini ditutup menguat 25 poin ke level Rp 1.310 per saham.
Sementara, saham ISSP saat penutupan perdagangan kemarin justru turun dua poin ke level Rp 103 per saham. Meski begitu, saham ini telah mengakumulasi kenaikan harga saham hingga 22% sejak awal tahun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News