Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Reli pasar saham domestik belakangan ini kurang mampu mengangkat minat pemilik perusahaan untuk go public. Dus, ada kemungkinan initial public offering (IPO) atau penawaran perdana saham tahun ini lebih rendah dibandingkan tahun lalu.
KONTAN mencatat, hingga Oktober ini, baru 17 perusahaan menerbitkan saham perdana senilai Rp 6,915 triliun. Jumlah ini jauh lebih sedikit daripada total emisi saham perdana dari 25 perusahaan selama 2011 yang mencapai Rp 19,62 triliun.
Sepanjang sisa tahun ini, hanya lima calon emiten yang berkomitmen mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia (BEI). Mereka adalah PT Adi Sarana Armada, PT Pelita Cengkareng Paper, PT Transindo Utama, PT Pelayaran Nasional Bina Buana Raya, dan PT Wismilak Inti Makmur. Direktur Penilaian Perusahaan BEI Hoesen pernah menyatakan, nilai emisi saham perdana tahun ini bisa mencapai Rp 10 triliun (KONTAN, 12 Oktober 2012).
Para pelaku pasar modal menduga, kecemasan terhadap krisis finansial global menjadi salah satu penyebab sepinya IPO tahun ini. Di lain sisi, sekuritas mengakui penerbitan obligasi jauh lebih ramai ketimbang penjualan saham perdana kepada publik. Hingga akhir September 2012, tercatat 17 perusahaan menerbitkan obligasi senilai Rp 17,43 triliun.
Menurut Presiden Direktur Panin Sekuritas Hendrata Sadeli, perlambatan ekonomi global ikut menyurutkan minat IPO. Tak sedikit perusahaan memilih wait and see karena cemas saham perdananya tidak terserap. Jika ingin IPO, perusahaan harus menetapkan harga lebih murah agar diminati. Apalagi kondisi pasar saham masih bergejolak.
Laju IHSG saat ini belum cukup kuat dan meyakinkan bagi pemilik perusahaan untuk go public. Bukan cuma itu, korporasi lebih memilih emisi obligasi karena prosesnya lebih mudah dan murah ketimbang emisi saham. Dengan suku bunga relatif rendah, emisi obligasi menjadi pilihan menarik. "Saat ini masih ideal untuk menerbitkan obligasi. Untuk saham, perusahaan besar banyak yang belum siap," ujar Hendrata kepada KONTAN, Minggu (21/10).
Direktur Utama Danareksa Sekuritas Marciano Herman menambahkan, pilihan pendanaan bagi perusahaan tak hanya bergantung murah mahalnya ongkos penerbitan, tapi juga mempertimbangkan struktur permodalan dan kebutuhan si perusahaan.
Adapun sepinya IPO saat ini lebih disebabkan kondisi eksternal. "Tingkat keraguan investor untuk membeli saham perusahaan yang baru go public sangat besar karena terpengaruh krisis," ujar dia.
Presiden Direktur HSBC Securities Indonesia Hari Mantoro mengamini bahwa penerbitan saham perdana bergantung kondisi setiap perusahaan. Di sisi lain, investor juga masih menunggu waktu yang tepat untuk berinvestasi di saham baru. Menurut dia, sepinya IPO tahun ini hanya masalah timing. Hari yakin, emisi saham akan membanjir di tahun depan.
Danareksa, misalnya, sudah mengantongi mandat untuk melaksanakan IPO beberapa perusahaan pelat merah, seperti PT Semen Baturaja dan
PT Waskita Karya. Kedua perusahaan ini mengincar perolehan dana masing-masing sebesar Rp 1 triliun dari IPO tahun depan. Danareksa juga akan menangani IPO PLN Batam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News